Empat kecamatan di Ngawi masih dilanda banjir
9 April 2013 19:53 WIB
Warga melintas di jalan yang terendam banjir di Desa Simo, Kec. Kwadungan, Ngawi, Jatim, Senin (8/4). Luapan Kali Madiun merendam puluhan desa di Ngawi mengakibatkan sejumlah ruas jalan lumpuh, ratusan rumah dan sejumlah sekolah terendam, ribuan hektar tanaman padi terendam dan terancam gagal panen. (FOTO ANTAR/Siswowidodo)
Ngawi (ANTARA News) - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Ngawi mencatat hingga Selasa sore masih ada empat dari 12 kecamatan di wilayah setempat yang dilanda banjir akibat meluapnya Bengawan Solo dan Bengawan Madiun.
"Hingga kini, banjir masih menggenangi sejumlah wilayah desa di empat wilayah kecamatan. Di antaranya, Kecamatan Ngawi, Kwadungan, Pangkur, dan Geneng," ujar Kepala Pelaksana BPBD Ngawi, Eko Heru Cahyono, kepada wartawan, Selasa.
Menurut dia, ketinggian air di wilayah tersebut bervariasi mencapai 30 cm hingga 70 cm. Wilayah yang masih tergenang air antara lain adalah jalan-jalan dan area persawahan.
Sebelumnya, Pada Minggu (7/4) dan Senin (8/4) kemarin, luapan Bengawan Solo dan Madiun dilaporkan menggenangi 42 desa di 12 kecamatan di Kabupaten Ngawi.
Kecamatan yang terendam air adalah Kecamatan Kwadungan, Pangkur, Karangjati, Kasreman, Ngawi, Bringin, Karanganyar, Pitu, Padas, Geneng, Kedunggalar, dan Paron. Wilayah-wilayah ini dikenal sebagai daerah langganan banjir.
Meski banjir telah surut, BPBD mengimbau kepada warga di wilayah rawan tersebut untuk waspada jika hujan deras terjadi dalam waktu yang lama.
Selain mewaspadai curah hujan yang tinggi, imbauan BPBD kepada warga agar tetap waspada juga karena tidak berfungsinya sejumlah alat peringatan dini banjir atau "Early Warning System (EWS)" di beberapa titik jembatan. Alat ini tidak bisa diandalkan untuk memberi peringatan.
"Seperti tiga EWS di Kwadungan yaitu di Jembatan Kendung, Jembatan Purwosari, dan Jembatan Simo, semuanya tidak menyala. Mengatasi itu, akhirnya kami memakai peringatan manual, yaitu menelepon perangkat desa untuk memberitahu kecepatan kenaikan tinggi air," terang dia.
BPBD setempat juga telah menyediakan tenda darurat, perahu karet, dan makanan siap saji jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh warga korban banjir.
Terdapat sembilan perahu karet yang telah disediakan untuk mengevakuasi warga. Dimana, tujuh perahu karet disiapkan di empat wilayah tergenang banjir paling parah, yakni di Kecamatan Ngawi, Pangkur, Kwadungan, dan Geneng. Sedangkan dua perahu lainnya disiagakan secara terus-menerus di wilayah Kecamatan Karanganyar.
"Dua perahu karet memang kami siagakan di Kecamatan Karanganyar karena lokasinya yang sulit dijangkau," kata Eko Heru Cahyono.
Ia menambahkan, antisipasi lain untuk menghadapi bencana banjir, pihaknya terus berkoordinasi dan meminta informasi dari BPBD di wilayah lain seperti Ponorogo, Madiun, dan beberapa daerah di Jawa Tengah. Hal ini sebagai langkah untuk terus mengetahui potensi banjir yang terjadi.
"Hingga kini, banjir masih menggenangi sejumlah wilayah desa di empat wilayah kecamatan. Di antaranya, Kecamatan Ngawi, Kwadungan, Pangkur, dan Geneng," ujar Kepala Pelaksana BPBD Ngawi, Eko Heru Cahyono, kepada wartawan, Selasa.
Menurut dia, ketinggian air di wilayah tersebut bervariasi mencapai 30 cm hingga 70 cm. Wilayah yang masih tergenang air antara lain adalah jalan-jalan dan area persawahan.
Sebelumnya, Pada Minggu (7/4) dan Senin (8/4) kemarin, luapan Bengawan Solo dan Madiun dilaporkan menggenangi 42 desa di 12 kecamatan di Kabupaten Ngawi.
Kecamatan yang terendam air adalah Kecamatan Kwadungan, Pangkur, Karangjati, Kasreman, Ngawi, Bringin, Karanganyar, Pitu, Padas, Geneng, Kedunggalar, dan Paron. Wilayah-wilayah ini dikenal sebagai daerah langganan banjir.
Meski banjir telah surut, BPBD mengimbau kepada warga di wilayah rawan tersebut untuk waspada jika hujan deras terjadi dalam waktu yang lama.
Selain mewaspadai curah hujan yang tinggi, imbauan BPBD kepada warga agar tetap waspada juga karena tidak berfungsinya sejumlah alat peringatan dini banjir atau "Early Warning System (EWS)" di beberapa titik jembatan. Alat ini tidak bisa diandalkan untuk memberi peringatan.
"Seperti tiga EWS di Kwadungan yaitu di Jembatan Kendung, Jembatan Purwosari, dan Jembatan Simo, semuanya tidak menyala. Mengatasi itu, akhirnya kami memakai peringatan manual, yaitu menelepon perangkat desa untuk memberitahu kecepatan kenaikan tinggi air," terang dia.
BPBD setempat juga telah menyediakan tenda darurat, perahu karet, dan makanan siap saji jika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh warga korban banjir.
Terdapat sembilan perahu karet yang telah disediakan untuk mengevakuasi warga. Dimana, tujuh perahu karet disiapkan di empat wilayah tergenang banjir paling parah, yakni di Kecamatan Ngawi, Pangkur, Kwadungan, dan Geneng. Sedangkan dua perahu lainnya disiagakan secara terus-menerus di wilayah Kecamatan Karanganyar.
"Dua perahu karet memang kami siagakan di Kecamatan Karanganyar karena lokasinya yang sulit dijangkau," kata Eko Heru Cahyono.
Ia menambahkan, antisipasi lain untuk menghadapi bencana banjir, pihaknya terus berkoordinasi dan meminta informasi dari BPBD di wilayah lain seperti Ponorogo, Madiun, dan beberapa daerah di Jawa Tengah. Hal ini sebagai langkah untuk terus mengetahui potensi banjir yang terjadi.
Pewarta: Slamet Agus Sudarmojo
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: