Jakarta (ANTARA) - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menilai bahwa struktur pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami transisi dengan didominasi oleh aktivitas perekonomian domestik.

Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan pada kuartal II-2023 yang utamanya didorong oleh konsumsi rumah tangga yang tercatat 5,23 persen dan investasi meningkat mencapai 4,63 persen.

“Maka dari segi keberlanjutan dan dari segi peningkatan untuk jangka waktu yang panjang, perekonomian berbasis pertumbuhan pada konsumsi rumah tangga dan investasi yang sekitar 80 persen dari PDB, jauh lebih berkelanjutan,” kata Mahendra dalam acara Literasi Keuangan Indonesia Terdepan (LIKE IT) di Jakarta, Senin.

Adapun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 mencapai 5,17 persen, jauh lebih tinggi dari apa yang dianggap sebagai konsensus pasar yakni 4,93 persen.

Namun, Mahendra menyoroti perubahan mendasar pada pertumbuhan tersebut yaitu terletak pada mesin utama pendorong perekonomian yang mana tahun lalu masih didominasi oleh ekspor, namun pada kuartal II-2023 lebih didorong oleh aktivitas ekonomi domestik.

Dari segi Produk Domestik Bruto (PDB), konsumsi rumah tangga terus tumbuh positif mencapai 5,23 persen secara tahunan (yoy) jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Pertumbuhan itu didorong oleh perayaan hari besar keagamaan seperti Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, kemudian juga dipengaruhi oleh pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji ke-13.

Kelompok konsumsi rumah tangga yang juga tumbuh tinggi antara lain Transportasi dan Komunikasi, Pakaian, Alas Kaki dan Jasa Perawatannya, serta restoran dan hotel.

Lebih lanjut, Mahendra menjelaskan, komponen investasi dalam ekonomi Indonesia masih dapat dikembangkan lagi potensinya. Hal itu mempertimbangkan peran dari kalangan milenial dan Gen Z yang dapat turut mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Jumlah investor milenial dan Gen Z saat ini telah mencapai 80 persen dari total 11,5 juta investor pasar saham. Jumlah tersebut baru sekitar 4,5 persen dari keseluruhan populasi Indonesia.

Oleh karena itu, masih ada potensi besar untuk pertumbuhan para investor muda di Indonesia.

“Tapi kalau dilihat dari tahun 2015, yang jumlah investor di Indonesia itu baru 281 ribu, maka 11,5 juta itu 36 kali lipat dalam kurun waktu hanya 8 tahun, tanpa harus mengulang secepat itu di ekstrakulasi ke depan, kita bisa melihat bagaimana potensi luar biasa,” katanya.

Baca juga: Kadin sebut sinergi BUMN dan swasta kunci pertumbuhan ekonomi inklusif
Baca juga: OJK menilai stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga