Jakarta (ANTARA) - Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17 persen (year-on-year/yoy) pada kuartal II-2023 memicu berbagai optimisme.

Raihan tersebut menunjukkan kinerja perekonomian RI berhasil mempertahankan tren pertumbuhan di atas 5 persen selama 7 kuartal berturut-turut, capaian yang perlu digarisbawahi mengingat perekonomian global yang masih menghadapi kerentanan akibat berbagai krisis selama beberapa tahun terakhir.

Perekonomian Indonesia sempat terkontraksi cukup dalam pada triwulan III-2021 dengan catatan pertumbuhan sebesar 3,53 persen yoy, setelah mencatatkan pertumbuhan 7,08 persen yoy pada triwulan sebelumnya. Lemahnya perekonomian pada triwulan III-2021 disebabkan menurunnya konsumsi domestik akibat pandemi COVID-19.

Namun, Pemerintah Indonesia menyusun berbagai langkah reformasi perekonomian untuk kembali mendongkrak pertumbuhan RI. Salah satu yang menjadi fokus pemerintah adalah upaya menopang konsumsi rumah tangga yang menjadi kontributor terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB).

Pemerintah rajin memberikan stimulus yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk meningkatkan daya beli masyarakat. Misalnya, melalui beragam program perlindungan sosial yang menggunakan anggaran belanja pemerintah pusat (BPP), termasuk di dalamnya Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, hingga subsidi LPG 3 kilogram dan bahan bakar minyak (BBM).

Selain itu, APBN turut bergerak bersama kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) dalam mengendalikan inflasi. Dukungan APBN dan keputusan BI yang menjaga suku bunga tetap berada di level 5,75 persen berhasil membuat inflasi terus mengalami tren penurunan sejak Februari 2023. Per Juni, inflasi berhasil ditekan hingga ke level 3,52 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) 115,0.

Hasilnya, kinerja konsumsi rumah tangga mampu bergerak menguat dengan capaian terakhir pada kuartal II-2023 tercatat sebesar 5,23 persen yoy, lebih kuat dibandingkan pertumbuhan pada kuartal I yang sebesar 4,54 persen yoy. Positifnya kinerja konsumsi rumah tangga juga diiringi dengan penguatan indeks keyakinan konsumen (IKK) Juni 2023 yang terjaga dalam zona optimistis (>100) pada level 127,1.

Aktivitas manufaktur juga tumbuh ekspansif dan menguat. PMI manufaktur Indonesia tercatat berada di level 53,3. Angka itu merupakan yang tertinggi bagi Indonesia selama 10 bulan terakhir dan menempatkan Indonesia berada di posisi yang lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara mitra dagang utama, seperti Tiongkok dan Jepang yang masing-masing berada di level 49,2 dan 49,6.

Tak hanya itu, capaian tersebut membuat Indonesia masuk dalam jajaran 18,2 persen negara yang mencatatkan PMI manufaktur yang ekspansif dan menguat di tengah kontraksi ekonomi dunia, bersandingan dengan India, Filipina, dan juga Meksiko. Sementara 72,7 persen negara lainnya mengalami kontraksi dan 9,1 persen mengalami pelemahan meski berada dalam zona ekspansif.

Pelemahan PMI manufaktur juga berimbas pada pertumbuhan ekonomi mayoritas negara yang relatif melambat. Vietnam, misalnya, mencatatkan pertumbuhan ekonomi 4,1 persen pada kuartal II-2023. Sejumlah negara maju juga menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang lemah, seperti Amerika Serikat (2,6 persen), Korea Selatan (0,9 persen), dan Singapura (0,7 persen).

Sementara Filipina dan Meksiko yang memiliki PMI manufaktur ekspansif dan kuat mencatatkan pertumbuhan ekonomi di bawah 5 persen, yakni masing-masing sebesar 4,3 persen dan 3,7 persen.

Mengacu pada berbagai indikator tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,17 persen merupakan capaian yang progresif. Posisi tersebut juga lebih tinggi dibandingkan ekspektasi analis pasar.

Optimisme juga terlihat pada minat terhadap Surat Utang Negara (SUN). Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan mencatat minat investor terhadap SUN terbilang tinggi pada lelang Selasa (8/8). Total penawan masuk (incoming bids) mencapai Rp32,54 triliun, naik dari lelang sebelumnya yang sebesar Rp30,99 triliun. Pemerintah kemudian memutuskan untuk memenangkan permintaan sebesar Rp9,85 triliun.

Menurut Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kemenkeu Deni Ridwan, tingginya minat terhadap SUN tersebut dipengaruhi oleh kinerja pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Optimisme ke depan

Kinerja positif pertumbuhan ekonomi kuartal II-2023 membawa optimisme dalam menyambut aktivitas perekonomian ke depan. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara optimistis capaian positif pertumbuhan ekonomi pada kuartal II dapat menjadi dasar yang baik untuk melanjutkan tren pada kuartal III maupun IV 2023.

Dalam perkembangan aktivitas ekonomi terbaru, tren pergerakan positif masih terus berlanjut. Per Juli 2023, inflasi tercatat turun dari catatan Juni, yakni menjadi 3,08 persen yoy dengan IHK 115,24.

Sementara itu, kinerja APBN Juli tetap terjaga positif dengan pendapatan dan belanja negara yang tumbuh solid sebesar Rp1.614,8 triliun dan Rp1.461,2 triliun. Surplus APBN tercatat sebesar Rp153,5 triliun, atau setara dengan 0,72 persen terhadap PDB, dengan keseimbangan primer Rp394,5 triliun.

Kementerian Keuangan menyatakan APBN akan terus bekerja keras menjadi shock absorber untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Bila Indonesia mampu mempertahankan pertumbuhan di atas 5 persen pada kuartal-kuartal berikutnya, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebut ada berbagai potensi ekonomi yang akan diterima oleh negara ke depan, seperti derasnya dana murah dan relokasi pabrik hingga penurunan tingkat pengangguran yang kemudian berdampak pada pengurangan kemiskinan ekstrem.

Investasi juga berpotensi makin mengalir, terlebih dengan adanya dukungan dari pelaksanaan Pemilu yang menimbulkan persepsi risiko makroekonomi Indonesia akan lebih baik dibandingkan negara-negara lain di kawasan.

Di sisi lain, keberhasilan Indonesia dalam upaya reformasi perekonomian mendapat komplimen positif dari Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Langkah-langkah reformasi penguatan ekonomi RI juga bergerak selaras dengan syarat keanggotaan OECD.

Hal itu menjadi harapan terhadap rencana bergabungnya Indonesia sebagai anggota OECD. Presiden Joko Widodo berharap proses keanggotaan Indonesia ke OECD dapat berjalan dengan baik dan cepat sehingga bisa bermanfaat dalam memperbaiki kualitas kebijakan dan birokrasi di Indonesia.

Dengan demikian, capaian pertumbuhan ekonomi 5,17 persen pada kuartal II-2023 patut mendapatkan apresiasi atas perannya yang memberi harapan positif bagi perekonomian Indonesia.