Pontianak (ANTARA) - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyampaikan pentingnya kerja sama sektor perdagangan karet dengan Thailand untuk mengatasi tantangan harga, guna membantu kesejahteraan petani dalam pertemuan bersama Ketua Parlemen Thailand Wan Muhammad Noor Matha, di Jakarta, Kamis.

Zulkifli menyebut, pertemuan bilateral ini menjadi momentum untuk menguatkan hubungan bilateral Indonesia dan Thailand, khususnya dalam mengatasi tantangan dan meningkatkan harga karet. Rendahnya harga karet akan berdampak terhadap ketersediaan karet alam di masa depan karena mendorong petani karet untuk alih komoditas.

"Sejatinya, harga karet yang yang terlalu rendah akan menurunkan kesejahteraan petani. Bila hal ini terjadi secara berlarut, dikhawatirkan sektor komoditas karet akan ditinggalkan," ujar Zulkifli melalui keterangan tertulis di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis.

Menurut Zulkifli, Thailand dan Indonesia merupakan produsen karet terbesar nomor satu dan dua di dunia, sehingga perlu adanya kerja sama lebih lanjut.

"Thailand dan Indonesia merupakan produsen utama karet dunia yang menghadapi situasi dan kondisi yang kurang lebih sama akibat harga karet alam dunia yang terus berfluktuasi selama 10 tahun terakhir," kata Zulkifli.

Dalam kesempatan tersebut, Zulkifli menyoroti dinamika harga karet dunia yang terus menurun. Per 9 Agustus 2023, harga karet mencapai 133,36 dolar AS per kilogram.

Kondisi pasar karet dunia yang mengalami penurunan produksi, salah satunya akibat penyakit gugur daun sehingga belum mampu mendorong harga ke tingkat yang remuneratif.

Selain penurunan harga, tekanan dari konsumen terus berlanjut, terutama dengan pemberlakuan kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) dari Uni Eropa yang berpotensi turut mempengaruhi perdagangan karet alam.

Lebih lanjut, kolaborasi negara-negara produsen karet terbesar, Thailand, Indonesia, dan Malaysia yang tergabung dalam International Tripartite Rubber Council (ITRC) diperlukan. Untuk memperkuat posisi, ITRC menggandeng negara eksportir karet lain seperti Vietnam dan Filipina, bersama memperjuangkan peningkatan harga karet.

Bersama Thailand dan Malaysia, Indonesia bergabung dalam kerja sama ITRC yang memiliki kontribusi 58 persen dari produksi karet alam dunia. ITRC berkomitmen menjaga stabilitas harga karet alam di tingkat yang menguntungkan bagi petani serta menjaga permintaan dan penawaran karet alam dunia.

ITRC secara konsisten telah menerapkan instrumen, baik Supply Management Scheme (SMS) dalam pengendalian pasok karet alam global dalam jangka panjang, Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) dalam menjaga keseimbangan supply-demand karet jangka pendek di pasar global, maupun instrumen Demand Promotion Scheme (DPS) dalam upaya meningkatkan konsumsi karet alam domestik.

Pada 2022, Indonesia merupakan negara penghasil karet alam terbesar kedua di dunia setelah Thailand dengan pangsa pasar 21,57 persen. Pada tahun tersebut, ekspor karet alam Indonesia ke dunia tercatat sebesar 3,66 juta dolar AS, turun 11,35 persen dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 4,12 juta dolar AS.

Dalam lima tahun terakhir (2018-2022) ekspor karet alam Indonesia terus mengalami penurunan dengan tren sebesar 1,4 persen.
Baca juga: Perdagangan karet lokal meningkat, di tengah pasar ekspor lesu
Baca juga: Indonesia dan Malaysia bahas tantangan perdagangan sawit dan karet