Penata musik yang komposisi musiknya sudah banyak mendapatkan penghargaan internasional itu sampai sekarang masih suka menjelajahi berbagai daerah untuk mempelajari bebunyian dan lantunan tradisional yang kemudian menjadi inspirasi bagi karya-karyanya.
Bunyi tetabuhan dan tembang yang dia pelajari dari berbagai daerah juga menjadi inspirasinya dalam membuat komposisi musik untuk trilogi Opera Jawa garapan sutradara Garin Nugroho.
"Untuk Opera Jawa, dari Kerinci ada, Sunda, keroncong, rap juga, yang lalu di-Jawa-kan," katanya usai pementasan bagian akhir trilogi Opera Jawa, "Selendang Merah", di Teater Besar Institut Seni Indonesia (ISI), Solo, Sabtu malam (6/1).
Alumnus Akademi Seni Karawitan Indonesia yang menamatkan pendidikan doktor bidang etnomusikologi di University of Paris tahun 1985 itu mengatakan, perjalanannya menyerap musik-musik daerah telah memperkaya musiknya.
"Melihat banyak, bukan hanya bunyinya tapi makna bunyi itu juga. Jadi kaya kan?" kata seniman kelahiran tahun 1949 yang banyak meneliti musik tradisional Asia Tenggara itu.
"Musik Jawa misalnya, kenapa bunyinya ngleler dan mubeng-mubeng terus, ya karena memang seperti itu karakter orang Jawa. Musik itu menyiratkan kepribadian pemiliknya," tambah dia.
Ia menjelaskan pula bahwa Indonesia menyimpan kekayaan musik tradisi yang seolah tak ada habisnya dan sampai sekarang baru sedikit yang tergali.
"Baru sekian...," kata Supanggah sambil mendekatkan ibu jari dan telunjuknya sampai sekira satu sentimeter saja.
"Masih banyak, selalu ada. Digabung dengan ini, dan atau ini, macam-macam," kata Supanggah, yang kalau tidak sedang bepergian ke manca negara untuk menampilkan komposisi musiknya tinggal di Palur, sebuah desa di sebelah timur Kota Solo.