Seoul (ANTARA News) - Para staf kedubes berbagai negara di Korea Utara menyatakan tetap berada di tempatnya, kendati Korea Utara mengumumkan tak bisa menjamin keamanan mereka jika perang pecah.

Di Korea Selatan, retorika sekeras apapun dari Pyongyang tak mengubah ibukota Selatan, Seoul, yang tetap tenang. Lalu lintas juga berjalan normal seperti biasa, dan toko-toko sibuk pada hari Sabtu ini.

"Kami tak percaya ada misi asing yang meninggalkan Pyongyang," kata seorang pejabat Korea Selatan yang menolak jati dirinya kepada kantor berita Yonhap.

Pejabat ini mengatakan bahwa kebanyakan diplomat asing menilai pernyataan Korea Utara itu hanya untuk memanaskan situasi di Semenanjung Korea.

Utara marah setelah PBB menjatuhkan sanksi menyusul percobaan ketiga senjata nuklir negeri itu Februari lalu.

Namun kantor berita China Xinhua kemarin Jumat mengutipkan keterangan Kementerian Luar Negeri Korea Utara bahwa isunya kini tidak lagi mengenai akankah terjadi perang, namun sudah menjadi kapan perang pecah.

Kebanyakan negara tidak menganggap serius permintaan Utara untuk mengungsikan staf diplomatik asing itu, namun Rusia mengaku mempelajari secara serius permintaan Utara itu.

Tetapi seorang pejabat Korea Selatan mengaku bingung menafsirkan pesan Korea Utara itu.

"Sulit menjelaskan apa keinginan sebenarnya Korea Utara. Namun ini bakal mengintensifkan ancaman-ancaman demi memperkuat rezim itu di dalam negeri atau menjawab komunitas internasional," kata sang pejabat seperti dikutip Reuters.

PBB juga tak berencana menarik stafnya dari Korea Utara.

Sementara suratkabar pemerintah Korea Utara, Minju Joson, mewartakan bahwa ketegangan masih tinggi karena Amerika Serikat melakukan manuver perang nuklir yang gegabah.

"Situasi yang tengah berlaku menunjukkan bahwa sebuah perang baru, sebuah perang nuklir, segera terjadi di semenanjung (Korea)," tulis koran tersebut.

Satu cuplikan tayangan televisi Korea Utara kemarin Jumat menunjukkan Kim Jong-un mengatakan bahwa negara itu membutuhkan jaminan mutlak dari kualitas kekuatan artilerinya untuk menjamin serangan pencegahan ke musuh-musuh Korea Utara.

Namun sejumlah pengamat menilai pertemuan Partai Pekerja dangan parlemen Korea Utara pekan lalu malah menyimpulkan Kim dan kepemimpinannya lebih memperhatikan perekonomian ketimbang militer.