Jakarta (ANTARA News) - Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengatakan kebijakan pengendalian subsidi BBM perlu menyeimbangkan antara tujuan penyehatan kondisi fiskal dengan tujuan pengentasan kemiskinan.

Menurut Firmanzah di Jakarta, Jumat, pengendalian subsidi BBM saat ini dibutuhkan agar fiskal tidak terbebani dan tetap sehat.

Namun di sisi lain, kebijakan tersebut jangan sampai menekan pertumbuhan ekonomi dan membuat angka kemiskinan meningkat.

"Ini yang memang selalu jadi perhatian Presiden, jangan sampai solusi yang kita ambil di satu sisi bisa menyelamatkan fiskal tapi di sisi lain rakyat miskin bertambah banyak," katanya.

Menurut dia, pemerintah tengah mematangkan kebijakan yang tepat dan cermat dalam pengendalian subsidi BBM.

Ia menambahkan kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan opsi terakhir mengingat pengalaman 2005 saat harga BBM bersubsidi dinaikkan inflasi melambung dan angka kemiskinan meningkat.

"Tahun 2005 kita pernah lakukan `adjustment` (penyesuaian) harga BBM bersubsidi, kita tau inflasi meningkat menjadi 17 persen kemudian kemiskinan meningkat dari 15,97 persen jadi 17,75 persen di tahun 2006," katanya.

Kenaikan harga BBM bersubsidi secara langsung akan mendorong inflasi, yang dapat mengakibatkan pelemahan daya beli masyarakat.

Melemahnya daya beli masyarakat tentu dapat menekan pertumbuhan ekonomi mengingat perekonomian Indonesia saat ini ditopang oleh konsumsi domestik.

"Kita ini berbeda dengan Singapura, Malaysia dan Thailand, ekonomi kita menurut BPS 54-55 persen ditopang oleh konsumsi domestik. Jadi kalau ada pelambatan konsumsi domestik maka dampaknya itu akan sangat luar biasa bagi penciptaan lapangan kerja dan lapangan usaha dan sebagainya," katanya.