Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN) Raden Pardede mengemukan, subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang jumlahnya ratusan triliun rupiah sudah salah sasaran.

Berdasarkan data yang dimilikinya, penikmat subsidi BBM adalah kendaraan dinas pemerintah sebanyak 160.000-170.000 unit dan masyarakat pemilik 10,5 juta kendaraan pribadi.

"Di luar itu masih ada pemilik 80-90 juta motor, pemilik 2,5-2,8 juta bus (plat kuning dan hitam), serta pemilik 4,5-5 juta truk baik plat kuning maupun plat hitam," kata Raden Pardede pada "Coffee Morning Dalam Rangka Membahas Energy Subsidy Reform" di ruang rapat Sekretariat Kabinet, Jakarta, Jumat.

Raden Pardede, menjelaskan, dilihat dari pengeluaran per kapita, penikmat subsidi BBM adalah 100 juta penduduk menengah yang diperkirakan memiliki mobil atau motor, dan 50 juta penduduk yang memiliki mobil sekaligus motor.

"Jadi, penikmat subsidi BBM itu ya kelas menengah dan atas. Mereka ini yang terpengaruh langsung atas naik tidaknya harga BBM," kata ekonom senior itu.

Adapun 70 juta penduduk rentan, menurut Pardede, paling banter memiliki satu motor. Sedangkan 29 juta penduduk yang masuk kategori miskin adalah pengguna kendaraan umum yang tidak terpengaruh langsung terhadap naik tidaknya harga BBM. Namun kenaikan harga BBM akan berpengaruh kepada penduduk kelompok rentan dan miskin, karena kenaikan tersebut juga mengakibatkan kenaikan ongkos angkutan umum.

Raden Pardede juga mengungkapkan, bahwa per 18 Juni lalu, dibandingkan dengan negara-negara produsen minyak lainnya, harga BBM di Indonesia jauh lebih murah. Dengan harga Rp4.500 per liter, Indonesia yang memiliki produksi minyak 982.000 barel per tahun berada di urutan ketiga termurah setelah Arab Saudi yang memprokduksi 9.570.000 barel per tahun menjual BBM Rp1.155, dan Venezuela yang memiliki produksi 2.453.000 barel per tahun dan menjual BBM dengan harga Rp154/liter.

Harga BBM Indonesia, katanya, jauh lebih murah dibanding Norwegia yang menjual Rp24.727 per liter (produksi 1.900.000 barel per tahun), Inggris yang menjual Rp20.696 per liter (produksi 1.099.000 barel per tahun), Brasil Rp13.866 per liter (produksi 2.600.000 barel per tahun), Kanada Rp12.839 per liter (produksi 3.592.000 barel per tahun), China Rp8.910 per liter (produksi 10.730.000 barel per tahun), dan Iran Rp5.521 per liter (produksi 4.231.000 barel per tahun).

Menurut Raden Pardede, sejak 2006 besaran subsidi BBM telah meningkat pesat dari tahun ke tahun, yang pada 2012 mencapai Rp212 triliun. Akibatnya, dalam realisasi belanja APBN 2012 dan dalam RAPBN 2013 anggaran untuk subsidi BBM, LPG, & BBN jauh melebihi dibanding anggaran untuk belanja bantuan sosial dan belanja modal.

"Namun kalau harga harus dinaikkan maka rumah tangga miskin harus dapat proteksi atau bantuan sosial sehingga kemiskinan tidak meningkat dan kesenjangan tidak melebar," kata Pardede.