Pengacara Anas minta salinan putusan Komite Etik
4 April 2013 14:39 WIB
Saat menjadi anggota DPR, Anas Urbaningrum disangka menerima mobil Toyota Harrier yang nilainya sekitar Rp800 juta dari kontraktor PT Adhi Karya untuk memuluskan kepentingan perusahaan tersebut.(ANTARA/Fanny Octavianus)
Jakarta (ANTARA News) - Firman Wijaya, pengacara mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, meminta salinan putusan Komite Etik tentang kebocoran surat perintah penyidikan (sprindik) kliennya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Saya memasukkan surat permohonan surat putusan resmi ke Komite Etik sehingga mendapat risalah pertimbangan Komite Etik KPK karena ada fakta-fakta yang menyisakan masalah integritas," kata Firman di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Pada hari Rabu (3/4), Komite Etik KPK mengumumkan hasil pengusutan pembocoran sprindik Anas dan menyimpulkan Ketua KPK Abraham Samad dan pimpinan KPK lain, Adnan Pandu Praja, telah melanggar kode etik pimpinan KPK.
"Kami melihat ada insider trading terhadap posisi klien kami untuk memanfaatkan pihak-pihak yang mengambil keuntungan, baik dari sisi yuridis, politis, maupun sosiologi. Jadi, ada permasalah hukum dan moral di sini," katanya.
"Ada persoalan yang lebih serius dari kebocoran sprindik itu, sesuatu yang serius harusnya ada command responsibility, artinya atasan harus bertanggung jawab," jelas dia.
Ia menduga ada "jual beli keadilan" dalam kasus tersebut karena menilai sekretaris bukan pengambil keputusan tapi mengacu pada pimpinan sehingga tidak hanya ditinjau dari sisi administrasi.
Firman mengemukakan hal itu merujuk pada tindakan Sekretaris Abraham Samad yang membocorkan konsep surat perintah penyidikan terhadap Anas Urbaningrum.
Anas disangka melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penerimaan hadiah terkait dengan jabatan.
"Saya memasukkan surat permohonan surat putusan resmi ke Komite Etik sehingga mendapat risalah pertimbangan Komite Etik KPK karena ada fakta-fakta yang menyisakan masalah integritas," kata Firman di gedung KPK Jakarta, Kamis.
Pada hari Rabu (3/4), Komite Etik KPK mengumumkan hasil pengusutan pembocoran sprindik Anas dan menyimpulkan Ketua KPK Abraham Samad dan pimpinan KPK lain, Adnan Pandu Praja, telah melanggar kode etik pimpinan KPK.
"Kami melihat ada insider trading terhadap posisi klien kami untuk memanfaatkan pihak-pihak yang mengambil keuntungan, baik dari sisi yuridis, politis, maupun sosiologi. Jadi, ada permasalah hukum dan moral di sini," katanya.
"Ada persoalan yang lebih serius dari kebocoran sprindik itu, sesuatu yang serius harusnya ada command responsibility, artinya atasan harus bertanggung jawab," jelas dia.
Ia menduga ada "jual beli keadilan" dalam kasus tersebut karena menilai sekretaris bukan pengambil keputusan tapi mengacu pada pimpinan sehingga tidak hanya ditinjau dari sisi administrasi.
Firman mengemukakan hal itu merujuk pada tindakan Sekretaris Abraham Samad yang membocorkan konsep surat perintah penyidikan terhadap Anas Urbaningrum.
Anas disangka melanggar Pasal 12 Huruf a atau Huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) No. 31/1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai penerimaan hadiah terkait dengan jabatan.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2013
Tags: