Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melalui Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (Ditjen IKMA) menegaskan sertifikasi indikasi geografis (IG) dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing serta melindungi industri batik nasional.

“Ditjen IKMA bekerja sama dengan Yayasan Batik Indonesia, Ditjen Kekayaan Intelektual, serta Dinas Perindustrian Daerah untuk mendorong kelompok pelaku IKM termasuk IKM batik untuk mendapatkan perlindungan indikasi geografis produk mereka,” kata Direktur Jenderal IKMA Kemenperin, Reni Yanita lewat keterangan di Jakarta, Senin.

Reni menjelaskan, pendaftaran sertifikasi IG bagi produk IKM dapat memberikan banyak manfaat, di antaranya melindungi produsen dan konsumen dari pemalsuan produk, peningkatan posisi tawar produk dalam melakukan penetrasi pasar baru, peningkatan nilai tambah produk dari suatu wilayah, serta memberikan informasi yang jelas kepada konsumen tentang kualitas dan asal produk yang dibeli.

“Dalam pengajuan sertifikat IG diperlukan sejumlah aspek utama, yaitu memiliki ciri khas atau tanda yang memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada produk yang diajukan,” tuturnya.

Selain itu, diperlukan aspek pendukung lain seperti motivasi dan kerja sama lembaga masyarakat IG, dukungan pemerintah dan masyarakat, serta tersedianya sistem yang memadai untuk perlindungan dan pengawasan.

“Kami telah memfasilitasi perlindungan indikasi geografis beberapa komoditas wastra dan kerajinan seperti Tenun Gringsing Bali, Tenun Doyo Benuaq Tanjung Isuy Jempang, Batik Tulis Nitik Yogyakarta, Batik Tulis Complongan Indramayu, dan Batu Giok Aceh,” sebutnya.

Reni juga menyampaikan bahwa saat ini telah terdapat empat produk batik yang telah memiliki sertifikat IG, yakni Batik Tulis Nitik Yogyakarta dan Batik Tulis Complongan Indramayu yang difasilitasi oleh Ditjen IKMA, serta Batik Besurek Bengkulu dan Sarung Batik Pekalongan.

“Saat ini Batik Merawit Cirebon dalam proses pengajuan sertifikat indikasi geografis,” imbuhnya.

Menurut Reni, banyak produk batik lainnya yang memiliki keunikan, seperti Batik Gedog Tuban yang terbuat dari tenun gedog dengan bahan baku kapas, juga Batik Sogan Solo dengan keunikan pada warna khas cokelat yang berasal dari pewarna alami kayu pohon sogan.

“Tentunya kami bekerja sama dengan YBI dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia terus mendorong agar pemerintah daerah dan kelompok atau komunitas perajin batik dapat mengidentifikasi dan melengkapi dokumen deskripsi, serta persyaratan administrasi lainnya dalam rangka pengajuan sertifikat Indikasi Geografis batik di daerahnya,” tandasnya.

Reni menegaskan, pemerintah juga terus menggenjot industri batik agar dapat pulih kembali setelah tiga tahun dihantam pandemi COVID-19.

Adapun industri batik memiliki peranan yang amat penting bagi perekonomian nasional. Sepanjang tahun 2022, nilai ekspor batik dan produk batik menembus angka 64,56 juta dolar AS atau meningkat 30,1 persen dibanding capaian tahun 2021. Sementara itu, pada periode Januari-April 2023, nilai ekspor batik dan produk batik sebesar 26,7 juta dolar AS.

“Sesuai arahan Bapak Menteri Perindustrian, pemerintah harus bekerja sama dengan seluruh pemangku kepentingan untuk terus mendorong peningkatan daya saing, kapasitas dan kualitas pelaku industri batik agar target ekspor batik dan produk batik sebesar 100 juta dolar AS selama tahun 2023, dapat tercapai,” ujar Reni.

Baca juga: Jokowi minta perajin terus eksplorasi warna dan motif baru batik
Baca juga: BRIN kembangkan teknologi pengurangan limbah industri batik cetak