Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan tengah mematangkan revisi aturan impor produk hortikultura dengan menyederhanakan mekanisme impor karena saat ini dianggap terlalu rumit.

"Revisi masih belum tuntas, dan revisi tersebut diharapkan bisa membuat proses perizinan lebih transparan dan tidak membutuhkan waktu yang lama," kata Menteri Perdagangan Gita Wirjawan di Jakarta, Rabu.

Gita mengatakan, revisi tersebut juga akan menambahkan proses perizinan satu atap untuk Importir Terdaftar (IT), Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), dan Surat Persetujuan Impor (SPI) yang selama ini dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian.

"Nantinya proses satu atap tersebut bisa dilakukan secara `online` atau lainnya, yang pasti proses tersebut tidak perlu memakan waktu berminggu-minggu atau berbulan-bulan," ujar Gita.

Menurut Gita, revisi tersebut bukan hanya untuk kepentingan domestik saja, akan tetapi juga untuk kepentingan internasional karena beberapa negara telah melaporkan Indonesia ke World Trade Organization (WTO) terkait aturan tersebut.

"Masalahnya kompleks, kita rubah agar Permendag dan Permentan tentang hortikultura tidak ada bahasa-bahasa yang membuahkan persepsi tidak transparan," ujar Gita.

Menurut Gita, dengan adanya revisi peraturan dan membuat proses perizinan satu atap akan mampu membuat negara-negara eksportir menjadi lebih tenang karena proses tersebut mampu memberikan efisiensi dan transparansi.

Sebelumnya, hal senada juga disampaikan oleh Menteri Pertanian Suswono, yang mengatakan bahwa pihaknya berkomitmen untuk segera merevisi peraturan tentang impor produk hortikultura.

"Revisi itu tidak hanya kami lakukan pada permentan, melainkan peraturan Menteri Perdagangan (permendag). Intinya, revisi itu untuk kebaikan masyarakat dan lebih mempercepat pelayanan kepada pelaku usaha," katanya, saat melakukan inspeksi mendadak sejumlah kontainer produk impor yang tertahan di Terminal Peti Kemas Surabaya (TPS), Senin (1/4).

Suswono menambahkan, dalam penerapan permentan dan permendag sebelumnya memang ada beberapa hal teknis yang tidak praktis, sehingga revisi memang harus dilakukan.

"Misalnya, terkait rekomendasi impor produk hortikultura di mana tiap satu komoditas satu surat keputusan dan masing-masing pelabuhan harus satu surat. Seluruhnya tidak praktis," tegasnya.