Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menerima laporan terkait penjelasan Komite Etik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai penyelidikan bocornya dokumen konsep surat perintah penyidikan atas nama Anas Urbaningrum.
"Tentu kami tadi telah melaporkan ke presiden bahwa kami mengikuti penjelasan dari komite etik KPK," kata Juru Bicara Presiden Julian A Pasha, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa penjelasan Komite Etik KPK selaras dengan penjelasan pihak Istana pada 12 Febuari 2013 yang menyatakan tidak ada keterlibatan pihak Istana dalam kasus itu.
"Saya kira kita bisa menerima kenyataan ini sebagai yang memang berdasarkan fakta dan bukti," katanya.
Sementara itu Ketua KPK Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja terbukti melanggar kode etik pimpinan terkait bocornya dokumen itu.
Ketua Komite Etik Anies Baswedan dalam sidang terbuka Komite Etik KPK di Jakarta Rabu sore menyatakan,"Komite etik menjatuhkan putusan final dan mengikat yaitu menyatakan terperiksa 1 Abraham Samad melakukan pelanggaran sedang terhadap pasal 4 huruf b dan d pasal 6 ayat 1 huruf b, d, r, dan v kode etik pimpinan KPK, menjatuhkan sanksi berupa peringatan tertulis yaitu Abraham Samad harus memperbaiki sikap, tindakan, dan perilakunya."
Perbaikan perilaku yang diminta Komite Etik tersebut adalah pertama, memegang teguh prinsip kebersamaan dan keterbukaan, kedua perilaku yang bermartabat dan berintegritas, ketiga mampu membedakan hubungan bersifat pribadi dan profesional dan keempat menjaga jaga ketertiban komunikasi dan kerahasiaan KPK.
Sedangkan terperiksa dua, Adnan Pandu Praja melakukan pelanggaran ringan pasal 6 ayat 1 huruf e kode etik pimpinan KPK oleh karenanya menjatuhkan sanksi peringatan lisan.
Dalam pertimbangannya, Komite Etik menyatakan bahwa Abraham tidak terbukti secara langsung membocorkan dokumen sprindik tapi perbuatan dan sikapnya tidak sesuai dengan kode etik pimpinan KPK.
"Pelaku pembocoran adalah Wiwin Suwandi yang tugasnya adalah sekretaris Ketua KPK Abraham Samad, dokumen tersebut ditandangani Abraham Samad dan belum diberi nomor dan cap KPK," ungkap anggota Komite Etik Tumpak Hatorangan Panggabean.
Kronologinya adalah Wiwin memang diperintahkan oleh Abraham untuk memindai dokumen sprindik yang sudah ditandatangani Abraham Samad, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnain tapi belum diberi nomor dan cap KPK pada Kamis (7/2) pukul 20.27.
Wiwin selanjutnya mencetak hasil pindaian tersebut pada pukul 20.29, namun pada pukul 21.30 Wiwin memindai sprindik tersebut untuk kedua kali dan pada pukul 21.46 kembali mencetak hasil pindaian kedua tersebut dan menyimpannya ke laci. Wiwin selanjutnya pulang.
Keesokan harinya pada Jumat (8/2) Wiwin berinsiatif untuk memberitahukan pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin Irmanputra Sidin dan reporter TVOne Dwi Anggia mengenai penetapan Anas sebagai tersangka dengan mengirimkan pesan blackberry messenger dari Abraham.
Sementara pada malam harinya Wiwin bertemu dengan jurnalis Tempo Tri Suharman dan koran Media Indonesia Rudy Polycarpus di gedung Setiabudi One dan menyerahkan salinan sprindik hasil "scan" kedua, salinan itulah yang muncul di media.
Komite Etik terdiri atas Anies Baswedan (rektor Universitas Paramadina) sebagai ketua, Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK) yang menjabat sebagai wakil ketua merangkap anggota, Abdul Mukhtie Fajar (mantan wakil ketua Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi), Bambang Widjojanto (pimpinan KPK) dan Abdullah Hehamahua (penasihat KPK) sebagai anggota.
Presiden sudah terima laporan Komite Etik KPK
3 April 2013 22:27 WIB
Julian Aldrin Pasha (FOTO.ANTARA)
Pewarta: GNC Aryani
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013
Tags: