Banda Aceh (ANTARA News) - Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) mengusulkan revisi pasal 4 dan pasal 17 Qanun Nomor 3 Tahun 2013 tentang Bendera dan Lambang Aceh, demi kemaslahatan semua pihak.

"Terkait klarifikasi dari Mendagri terhadap qanun tersebut maka mengajukan usulan revisi terhadap pasal 4 dan pasal 17 dalam qanun itu," kata Ketua YARA Safaruddin di Banda Aceh, Rabu.

Disebutkan dalam pasal 4 Qanun Nomor 3/2013, makna bendera Aceh seperti dimaksud pada ayat (1) adalah dasar warna merah, melambangkan jiwa keberanian dan kepahlawanan. Kemudian garis warna putih, melambangkan perjuangan suci.

Selanjutnya garis warna hitam yang melambangkan duka cita perjuangan rakyat Aceh. Kemudian bulan sabit berwana putih, melambangkan lindungan cahaya iman serta bintang bersudut lima berwarna putih, melambangkan rukun Islam.

Untuk revisi pasal 4 diusulkan bahwa makna bendera Aceh seperti dimaksud pada ayat (1) adalah warna dasar hijau yang merupakan warna kesukaan Nabi Besar Muhammad SAW dengan melambangkan perdamaian kesejukan dan kesejahteraan.

Kemudian, bulan sabit dan bintang yang merupakan simbol keislaman masyarakat muslim dimana Aceh menjadikan syariat Islam sebagai landasan dan pedoman hidup kemasyarakatan.

Selanjutnya, pedang Aceh yang merupakan simbol keadilan dan kepahlawanan serta sejarah kesultanan Aceh yang gemilang pada masa itu.

Sementara pasal 17 Qanun Nomor 3/2013 tentang Lambang Aceh berbentuk gambar terdiri dari, singa, bintang lima, bulan, perisai, rencong, buraq, rangkaian bunga, daun padi, semboyan "Hudep Beusare Mate Beusajan" dalam tulisan jawi (melayu), huruf "ta" dalam tulisan Arab, dan jangkar.

Makna lambang Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah singa, melambangkan adat bak Poteu Meureuhom. Bintang lima, melambangkan rukun Islam. Bulan melambangkan cahaya iman. Perisai, melambangkan Aceh menguasai laut, darat dan udara.

Kemudian rencong, melambangkan "reusam" Aceh. Burak melambangkan hukum-hukum pada Syiah Kuala. Rangkaian bunga melambangkan Qanun bak Putroe Phang.

Selanjutnya daun padi melambangkan kemakmuran. Semboyan "hudep beusare mate beusajan" bermakna kerukunan hidup rakyat Aceh. Kemudian kepemimpinan Aceh berasaskan musyawarah dan mufakat oleh "Majelis Tuha Peuet dan Majelis Tuha Lapan".

Kemudian, huruf "ta" dalam tulisan aksara Arab bermakna pemimpin Aceh adalah umara dan ulama yang diberi gelar tuanku, teuku, tengku dan teungku. Jangkar bermakna Aceh daerah kepulauan.

Pasal 17 Qanun Nomor 3/2013 yang diusulkan revisi yakni lambang Aceh berbentuk gambar terdiri dari burung merpati, timbangan, pintu Aceh, Al-Quran, Rencong, padi dan kapas, bannaer "Nanggroe Aceh Darussalam".

Makna lambang Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut, burung merpati melambangkan perdamaian sebagai wujud keihklasan dan ketulusan dalam memelihra perdamaian Aceh.

Timbangan melambangkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Aceh. Pintu Aceh bermakna keterbukaan dan persatuan seluruh suku-suku di Aceh. Al Quran melambangkan pedoman dan tuntunan hidup Islam rakyat Aceh dalam syariat Islam.

Selanjutnya rencong melambangkan kepahlawanan dan ikatan sejarah yang kuat antara rakyat Aceh dengan para pendahulu dimasa kejayaan kesultanan Aceh.

Padi dan kapas melambangkan kesejahtraan sosial bagi seluruh rakyat Aceh. Banner Nanggroe Aceh Darusalam melambangkan simboyan dan keinginan rakyat Aceh untuk hidup damai sejahtera.

Lambang Aceh seperti tertera pada ayat (1) menggunakan warna dasar putih, kuning, kuning keemasan, hijau muda, hijau tua dan kelabu.

"Kami berharap usulan tentang bendera dan lambang Aceh agar dapat dipertimbangkan oleh Mendagri sebagai masukan kesempurnaan Qanun Nomor 3/2013," kata Safaruddin.