Pada saat itu arus barang, jasa, modal dan investasi, serta tenaga kerja, di kawasan tersebut menjadi bebas tanpa hambatan tarif maupun non-tarif lagi. Sudahkah dunia usaha kita siap menghadapi hal tersebut?
Latar kegalauan pak menteri ini di antaranya tentang serbuan produk impor dari negara-negara ASEAN, maupun kemampuan mereka ekspansi ekspor ke negara lain di kawasan Asia Tenggara. Belum lagi jika bicara soal daya saing Indonesia sejauh ini masih di bawah sejumlah negara anggota utama ASEAN yaitu Singapura, Thailand, dan Malaysia.
Berdasarkan data Global Competitiveness Report 2011-2012, daya saing Indonesia di urutan ke-46 pada 2012, turun dibandingkan tahun sebelumnya yang berada di urutan ke-44. Saat sama daya saing Singapura naik dari peringkat ke-3 pada 2011 menjadi ke-2 pada 2012. Malaysia juga sama, naik dari 26 menjadi 21. Hanya Thailand yang nasibnya sama dengan kita, mereka turun peringkat dari urutan ke-38 pada 2011 menjadi ke-39.
Mengapa kita turun? Salah satunya sebagai akibat infrastruktur yang belum memadai, sehinga memacu biaya logistik yang tinggi, dibandingkan negara pesaing utama di kawasan ASEAN.
Tanpa dukungan penurunan biaya logistik, ia khawatir produk-produk Indonesia akan kalah bersaing, baik di dalam negeri maupun ekspor ke negara ASEAN. "Saya khawatir kita akan menjadi pasar saja, menjadi penonton saja," kata Hidayat.
(Bersambung)
(R016/Z003).