Beijing (ANTARA News) - Pihak berwenang China pada Selasa melaporkan empat orang lagi terkena penyakit berkaitan dengan jenis flu burung baru, yang sebelumnya tidak diketahui bisa menjangkiti manusia dan telah menewaskan dua orang.

Hingga saat ini, jumlah keseluruhan warga terkena penyakit itu mencapai tujuh orang.

Badan Kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) mengatakan, Senin, tidak ada bukti bahwa flu burung jenis H7N9 bisa menular di antara manusia.

Namun demikian, pihaknya sedang menyelidiki wabah tersebut.

Keempat pasien baru di provinsi Jiangsu di wilayah timur China saat ini berada dalam keadaan kritis dan sedang menjalani perawatan darurat, kata laporan kantor berita China, Xinhua News Agency, yang mengutip kantor kesehatan provinsi Jiangsu.

Seorang perempuan asal provinsi Anghui, yang terkena virus tersebut pada awal Maret, juga berada dalam kondisi kritis.

Situs berita China Chinanews.com mengatakan empat pasien di Jiangsu --provinsi dekat Shanghai-- diketahui berumur antara 32 dan 83 tahun dan hanya satu orang, yaitu perempuan berusia 45 tahun, yang pernah bekerja di pasar sebagai tukang potong ayam.

Keempatnya dilaporkan mengalami pusing, demam, batuk dan sesak nafas.

Komisi Kesehatan dan Keluarga Berencana Nasional China pada Minggu membenarkan laporan Xinhua bahwa tiga orang telah terkena flu jenis baru.

Adapun dua warga yang meninggal karena flu itu adalah dua pria di Shanghai yang berumur 87 dan 27 tahun. Keduanya jatuh sakit pada akhir Februari.

Belum diketahui bagaimana ketujuh warga itu terkena flu jenis baru, kendati pemerintah meyakini bahwa virus itu tidak terlalu menular.

Xinhua melaporkan sebanyak 43 orang, yang diketahui melakukan kontak dengan keempat pasien di Jiangsu, tengah menjalani pemeriksaan medis namun mereka tidak menunjukkan tanda-tanda terkena flu tersebut.

WHO pada Senin mengatakan bahwa tiga kasus pertama tidak menunjukkan bukti adanya penularan dari manusia-ke-manusia, namun ada pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab tentang sumber infeksi dan cara penularan.

China memiliki catatan buruk dalam hal menangani berita buruk, yang kerap ditutupi oleh para pejabat yang ketakutan bahwa pemberitaan seperti itu akan mengundang perhatian yang tidak diinginkan dari para atasan serta merusak masa depan promosi jabatan mereka.

Tahun 2003, Beijing pada awalnya mencoba menutup-nutupi penyebaran Severe Acute Respiratory Syndrome, yang muncul di China dan menewaskan sekitar 10 prosen dari 8.000 orang yang terkena penyakit itu di seluruh dunia.

Sejumlah warga China telah menyatakan keluhan bahwa mereka menunggu terlalu lama sebelum akhirnya pihak-pihak berwenang mengumumkan kematian dua warga pada Minggu, kendati WHO mengatakan pemerintah telah bertindak dengan semestinya.

Wu Fan, dokter kepala serta direktur jendral Pusat Pengendalian Penyakit Kota Shanghai, mengatakan kepada para wartawan, Selasa, bahwa pemerintah telah bertindak secepat mungkin.

"Dalam situasi seperti ini, 20 hari untuk mengidentifikasi dan memastikan sejenis virus baru sudah termasuk cepat," ujarnya dikutip Reuters.

"Kami tidak bisa mengatakan secara pasti atau memastikan apakah kasus ini berupa flu burung yang menjangkiti manusia atau flu burung yang berubah dan menjadi virus flu baru yang bisa menular kepada manusia."

Ian Jones, profesor bidang ilmu virus di University of Reading, Inggris, mengatakan bahwa pada tahap ini tidak ada alasan untuk khawatir terhadap adanya bahaya.

Ia mengatakan tiga jenis flu burung, yaitu H5, H7 dan H9, dianggap para pakar sebagai jenis yang berpotensi mengancam manusia. (T008/B002)