"Bagaimana kita mau mencetak generasi yang unggul? Mau seperti apa keluarga yang berkualitas itu? Hari ini selain membangun raga, tentu kita juga harus membangun jiwa, sehingga revolusi mental yang akan kita terjemahkan ke depan itu bisa lebih jelas akan seperti apa," kata Hasto pada sambutan secara daring seminar nasional di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan saat ini Indonesia tidak hanya menghadapi masalah kuantitas dan kualitas penduduk, tetapi juga masalah yang berkaitan dengan manusia itu sendiri.
"Kita masih bisa pilahkan kalau masalah fisik, secara proses biologis bisa terlihat dengan baik, tetapi dalam tubuh manusia itu sendiri ada yang sifatnya tidak kentara (intangible) yaitu bagaimana pembangunan jiwanya," ujar Hasto.
Baca juga: Masalah mental remaja meningkat dua kali saat pandemi
"Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) yang mendiskusikan tentang kuantitas, seperti properti, demografi itu masih sangat tangible dan dangkal. Namun, di balik itu semua, ada hal-hal yang tidak kelihatan, karena selama ini baik kepala daerah maupun Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) yang membangun rumah sakit itu, belum ada perhatian khusus untuk menyediakan bangsal jiwa dan membuat layanan khusus kejiwaan," katanya.
Dalam menyikapi profil kependudukan, menurutnya, tidak bisa hanya dilihat dari sisi demografi atau kuantitas, Melainkan juga dari sisi kualitas, termasuk menaruh perhatian pada permasalahan mental.
Baca juga: Waspada perubahan perilaku remaja awal tanda masalah mental
Baca juga: Dokter: Kesehatan mental meliputi segala aspek kehidupan masyarakat
Baca juga: Kemenko PMK tekankan pentingnya Gerakan Nasional Revolusi Mental