Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian negara senilai Rp9,72 triliun dari 12.947 temuan kasus, yang terdiri atas kekurangan penerimaan serta ketidakefisienan dalam pengelolaan keuangan negara selama semester II tahun 2012.

"Tentu kita sepakat bahwa nilai temuan tersebut bukanlah jumlah yang kecil, tapi sangatlah besar," kata Ketua BPK RI Hadi Poernomo saat menyampaikan sambutan terkait penyerahan Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2012 di Jakarta, Selasa.

Hadi mengatakan dari jumlah tersebut, sebanyak 3.990 kasus senilai Rp5,83 triliun merupakan temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan.

"Rekomendasi BPK terhadap kasus-kasus tersebut antara lain adalah penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara, daerah maupun perusahaan," katanya.

Kemudian, sebanyak 2.241 kasus senilai Rp3,88 triliun merupakan temuan ketidakhematan dan ketidakefisienan, sebanyak 4.815 kasus merupakan kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan 1.901 kasus merupakan penyimpangan administrasi.

"Rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perlunya perbaikan SPI dan tindakan administratif atau korektif lainnya," ujar Hadi.

Terhadap temuan tersebut, Hadi mengharapkan adanya perhatian dari para anggota DPR RI untuk ikut mengawasi dan mendorong penyelesaian tindak lanjut kasus tersebut.

"Temuan tersebut terus terjadi secara berulang setiap tahun, sehingga jika kita tidak bersama-sama mendorong penyelesaian tindaklanjutnya dan mengatasinya, maka potensi terjadinya kerugian yang lebih besar dapat terjadi," katanya.

Selama proses pemeriksaan, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan aset dan penyetoran uang kepada kas negara, daerah atau perusahaan senilai Rp124,13 miliar.

Selama semester II tahun 2012, BPK RI telah memeriksa 709 objek pemeriksaan, yang terdiri atas 154 objek pemeriksaan kinerja, 450 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) dan 105 objek pemeriksaan keuangan.