Pamekasan (ANTARA) - Para petani garam di Pulau Madura, Jawa Timur meminta PT Garam mengendalikan harga beli garam dengan cara agar perusahaan itu menjual produk garam bahan baku hasil produksi perusahaan di atas harga Rp2 juta per ton .

"PT Garam sesama anak bangsa harus bisa menjadi stabilisator harga dalam situasi anjlok-nya harga garam rakyat," kata Ketua Forum Petani Garam Madura (FPGM) H. Ubaid di Pamekasan, Jawa Timur, Selasa, menyikapi anjlok-nya harga jual garam pada musim produksi garam kali ini.

Ubaid menuturkan, sejak akhir panen 2022 harga garam rakyat bergerak naik di atas Rp1 juta hingga tembus Rp5 juta per ton menjelang awal musim produksi 2023 ini.

Namun, pada awal musim panen ini, harga garam rakyat turun sejak beberapa pabrik processor pengolah garam mulai membuka pembelian garam rakyat, bahkan per tanggal 1 Agustus 2023 saat ini harga sudah berada di bawah Rp2 juta per ton.

Menyikapi anjloknya harga tersebut, kata Ubaid, maka Forum Petani Garam Madura segera konsolidasi internal untuk menentukan langkah-langkah strategis dan komunikasi intensif dengan pihak-pihak terkait, khususnya dengan pihak processor dan pemangku kebijakan agar harga berada di titik stabil sehingga petani garam tidak terlalu dirugikan.

Ia menjelaskan, salah satu penetrasi yang perlu dilakukan untuk menahan anjloknya harga hingga di titik terendah adalah dengan memanfaatkan peran stategis PT Garam sebagai satu-satuya Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Intinya, industri pengolah garam yang dikelola PT Garam ini dalam menjual produk garam bahan baku hasil produksinya harus di atas harga Rp2 juta per ton dan demikian juga saat PT Garam menyerap garam rakyat," katanya.

Sementara itu, Sekretaris Komisi Garam Pamekasan Yoyok R. Effendi mengungkapkan, yang menjadi salah satu penyebab harga garam tidak stabil, karena pemerintah melalui kementerian terkait belum menetapkan harga pokok pembelian (HPP) pada komoditi ini.

"Dampaknya, tentu perubahan harga akan terus terjadi dari musim ke musim, dan petani garam selalu berada di posisi tawar yang lemah. Pemerintah seharusnya menetapkan HPP garam sebagai barang kebutuhan pokok dan barang penting guna melindungi dan memberdayakan petani garam," ungkap Yoyok yang juga anggota Dewan Penasihat FPGM.

Anggota Dewan Penasehat FPGM lainnya Haji Jakfar Sodik menyoroti tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 126 Tahun 2022 tentang Pengembangan Sentra Garam Rakyat.

Menurut dia, seharusnya ada langkah percepatan yang terintegrasi dari amanah Perpres 126/2022 dalam pemberdayaan dan pengembangan sentra garam rakyat menuju hilirisasi yang diikuti oleh kebijakan importasi garam yang hanya untuk kebutuhan CAP (Chlor Alkali Plant) dengan kebutuhan tidak lebih dari 2 juta ton per tahun.

"Jika ini dilakukan, maka akan membantu tercapainya stabilitas harga ke depan menuju swasembada garam," katanya.