Jakarta (ANTARA) - Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) menilai perolehan elektabilitas yang dilakukan lembaga survei terhadap bakal calon presiden tidak melulu menggambarkan hasil kemenangan pada Pilpres 2024, melainkan hanya menggambarkan dinamika tren yang sedang berkembang.

"Tetapi pilihan dari pada 1.200 orang (responden survei) pada pemilih 205 juta itu tidak menggambarkan itu. Ada caranya, tapi saya kira pasti tidak terlalu akurat. Itu tren-nya saja seperti itu," kata Jusuf Kalla usai seminar bertajuk "Pemuda untuk Politik" di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

Hal itu disampaikannya merespons hasil lembaga survei yang mencatat elektabilitas bakal calon presiden (capres) Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan berada di urutan bawah dibandingkan dengan bakal capres lainnya.

Dia lantas membandingkan elektabilitas bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan dengan mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump saat mencalonkan diri sebagai Presiden AS ke-45 pada Pemilihan Presiden 2016 lalu.

"Trump juga rendah sekali elektabilitas-nya menurut peneliti, tapi Trump terpilih. Dulu banyak hal-hal begitu," ucapnya.

Baca juga: Jusuf Kalla tak setuju dengan isu Munaslub Golkar

Baca juga: Jusuf Kalla: Ongkos politik Ketum Golkar bisa capai Rp500-600 miliar


Menurut dia, elektabilitas Anies Baswedan sebelumnya juga pernah menempati posisi ketiga di antara kandidat Gubernur DKI Jakarta lainnya pada Pilkada 2017 lalu, namun pada akhirnya Anies keluar sebagai pemenang.

"Waktu di DKI juga Anies terendah kan, posisi tiga, tapi kemudian dia terpilih. Itu lebih kecil, kurang lebih tujuh juta pemilih diwakili 1.200 (responden). Apalagi 1.200 (responden) yang disurvei dengan jumlah pemilih 205 juta," tuturnya.

Sebelumnya, Jumat (27/7), Survei dari Lembaga Utting Research Australia menempatkan Anies Baswedan di posisi tiga dengan suara 27 persen dibandingkan dengan Ganjar Pranowo 34 persen dan Prabowo Subianto 33 persen.

Adapun survei Utting Research dilakukan secara tatap muka pada 12-17 Juni 2023, dengan jumlah sampel responden sebesar 1.200 yang tersebar secara proporsional di 34 provinsi di Indonesia.

Survei itu menggunakan metode multi stage random sampling, dengan margin of error sebesar 2,8 persen pada tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.

Baca juga: Jusuf Kalla dukung sikap cawe-cawe Jokowi untuk jaga demokrasi

Berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, pendaftaran bakal calon presiden dan wakil presiden dijadwalkan dimulai pada 19 Oktober sampai dengan 25 November 2023.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini, terdapat 575 kursi di parlemen sehingga pasangan calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga, pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara.