PERKI minta dokter rujuk pasien berisiko gagal jantung ke kardiolog
30 Juli 2023 22:20 WIB
Ketua Pokja Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr Siti Elkana Nauli pada wawancara media di Singapura, Jumat (14/7). (ANTARA/Pamela Sakina)
Jakarta (ANTARA) - Ketua Pokja Gagal Jantung Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) dr Siti Elkana Nauli meminta seluruh dokter di fasilitas kesehatan primer untuk merujuk pasien dengan faktor risiko gagal jantung untuk memeriksakan diri ke kardiolog atau dokter spesialis jantung.
Ahli kardiologi yang akrab disapa dr Nauli itu menyebut bahwa hingga saat ini, masih banyak pasien dengan faktor risiko gagal jantung seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung koroner berobat ke dokter umum dan internis, namun tidak memeriksakan jantungnya ke kardiolog.
“Pasien tiga faktor risiko ini rata-rata tidak datang langsung ke kardiolog, makanya kita minta untuk dokter-dokter yang lain, seperti dokter layanan primer, dokter internis untuk diabetes, atau dokter lain yang terkait dengan hal-hal yang dicurigai gagal jantung itu sebenarnya harus menyadari,” kata dia saat dihubungi ANTARA, Minggu.
Baca juga: IVUS bantu penanganan penyakit jantung koroner jadi lebih optimal
Dokter yang berpraktik di RSUD Kabupaten Tangerang itu menjelaskan bahwa tiga penyakit tersebut penting untuk dirujuk ke kardiolog, mengingat ketiganya merupakan faktor paling besar yang terkait dengan gagal jantung.
Bahkan, pasien yang didiagnosis mengidap penyakit-penyakit lain seperti gerd, menurut Nauli, bisa jadi ia tidak memiliki masalah lambung, melainkan gagal jantung, mengingat gejala keduanya yang mirip.
“Paling banyak mendapat pasien didiagnosis sakit lambung, tapi diberi obat lambung tidak sembuh-sembuh, ketika kita lihat rontgen ternyata jantungnya membesar, dan diberikan obat gagal jantung ternyata membaik,” ujar dr Nauli.
“Jadi harus sadar bahwa semua keluhan itu tidak selalu identik dengan satu diagnosis saja,” imbuh Nauli menambahkan.
Baca juga: Sering salah diagnosis, waspadai perbedaan gerd dan gagal jantung
Sebelumnya, ditemui ANTARA di Singapura dalam kongres Asian Pacific Society of Cardiology (APSC) 2023, pertengahan Juli lalu, Nauli menyebut pentingnya kesadaran tenaga kesehatan dan dokter selain dokter spesialis jantung untuk mengedukasi pasien dengan faktor risiko gagal jantung.
Sementara bagi pasien, ia juga mengimbau untuk mewaspadai gejala-gejala yang merujuk pada gagal jantung, seperti beberapa di antaranya mudah lelah, pingsan, dada berdebar, sesak napas, hingga pembengkakan pada perut, kaki, dan wajah.
“Semakin cepat deteksi dan perawatannya, kondisi pasien akan jauh lebih baik dibandingkan dengan perawatan yang terlambat,” imbuhnya.
Sesuai namanya, gagal jantung adalah spektrum penyakit yang disebabkan jantung gagal berfungsi, yakni untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung menyebabkan kebutuhan sel-sel dan organ tubuh lain tidak mampu terpenuhi hingga berujung pada kematian.
Baca juga: Doktor FKUI temukan teknik baru operasi kebocoran katup jantung anak
Baca juga: Pasien sakit jantung yang tak bisa jalani bedah invasif minimal
Ahli kardiologi yang akrab disapa dr Nauli itu menyebut bahwa hingga saat ini, masih banyak pasien dengan faktor risiko gagal jantung seperti hipertensi, diabetes, dan penyakit jantung koroner berobat ke dokter umum dan internis, namun tidak memeriksakan jantungnya ke kardiolog.
“Pasien tiga faktor risiko ini rata-rata tidak datang langsung ke kardiolog, makanya kita minta untuk dokter-dokter yang lain, seperti dokter layanan primer, dokter internis untuk diabetes, atau dokter lain yang terkait dengan hal-hal yang dicurigai gagal jantung itu sebenarnya harus menyadari,” kata dia saat dihubungi ANTARA, Minggu.
Baca juga: IVUS bantu penanganan penyakit jantung koroner jadi lebih optimal
Dokter yang berpraktik di RSUD Kabupaten Tangerang itu menjelaskan bahwa tiga penyakit tersebut penting untuk dirujuk ke kardiolog, mengingat ketiganya merupakan faktor paling besar yang terkait dengan gagal jantung.
Bahkan, pasien yang didiagnosis mengidap penyakit-penyakit lain seperti gerd, menurut Nauli, bisa jadi ia tidak memiliki masalah lambung, melainkan gagal jantung, mengingat gejala keduanya yang mirip.
“Paling banyak mendapat pasien didiagnosis sakit lambung, tapi diberi obat lambung tidak sembuh-sembuh, ketika kita lihat rontgen ternyata jantungnya membesar, dan diberikan obat gagal jantung ternyata membaik,” ujar dr Nauli.
“Jadi harus sadar bahwa semua keluhan itu tidak selalu identik dengan satu diagnosis saja,” imbuh Nauli menambahkan.
Baca juga: Sering salah diagnosis, waspadai perbedaan gerd dan gagal jantung
Sebelumnya, ditemui ANTARA di Singapura dalam kongres Asian Pacific Society of Cardiology (APSC) 2023, pertengahan Juli lalu, Nauli menyebut pentingnya kesadaran tenaga kesehatan dan dokter selain dokter spesialis jantung untuk mengedukasi pasien dengan faktor risiko gagal jantung.
Sementara bagi pasien, ia juga mengimbau untuk mewaspadai gejala-gejala yang merujuk pada gagal jantung, seperti beberapa di antaranya mudah lelah, pingsan, dada berdebar, sesak napas, hingga pembengkakan pada perut, kaki, dan wajah.
“Semakin cepat deteksi dan perawatannya, kondisi pasien akan jauh lebih baik dibandingkan dengan perawatan yang terlambat,” imbuhnya.
Sesuai namanya, gagal jantung adalah spektrum penyakit yang disebabkan jantung gagal berfungsi, yakni untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Gagal jantung menyebabkan kebutuhan sel-sel dan organ tubuh lain tidak mampu terpenuhi hingga berujung pada kematian.
Baca juga: Doktor FKUI temukan teknik baru operasi kebocoran katup jantung anak
Baca juga: Pasien sakit jantung yang tak bisa jalani bedah invasif minimal
Pewarta: Pamela Sakina
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: