Yangon (ANTARA News) - Setelah memasuki era Internet dan merilis "breaking news" lewat Twitter dan Facebook, para wartawan Myanmar akhirnya mewujudkan impian lama mereka, membuar surat kabar!

Kebebasan terus menjalar ke media Myanmar sejak rezim baru yang reformis berkuasa dua tahun lalu dan mulai 1 April nanti, 16 jurnal berita mingguan diperbolehkan menjadi koran.

"Orang sangat senang bisa memiliki suratkabar harian. Namun saya khawatir apakah harapan mereka itu akan 100 persen terpenuhi ketika koran-koran itu ada di pasaran," kata Nyein Nyein Naing, editor 7Day News yang adalah salah satu jurnal paling populer di Myanmar.

Tapi bagi rakyat Myanmar yang haus informasi pengalaman ini sungguh penting, apalagi selama berdekade-dekade dicengkeram junta penindas yang memberangus media.

"Saya kira koran-koran yang akan terbit itu akan lebih mampu memimpin dan mendidik masyarakat," kata pengacara Htay Win kepada AFP.

Selama ini berita-berita sensitif di negeri ini tersampaikan sebagai rumor-rumor.

Pada November 2010, saat Aung San Suu Kyi dibebaskan dari tahanan rumah menyusul pemilu yang kontroversial, penjualan jurnal sepakbola First Eleven Sports dipangkas pihak berwenang selama dua pekan karena satu pesan berita mengenai pembebasan Suu Kyi di halaman depannya.

Dalam kasus kerusuhan rasial di Myanmar belakangan ini, jurnal-jurnal Myanmar mengabarkan dengan kurang beretika. Sejumlah media menyiarkan laporan dan foto yang menurut kelompok pembela HAM malah mendidihkan sentimen anti-muslim di negara yang berpenduduk mayoritas Budha tersebut.

Belum diketahui bagaimana 16 kelompok pembuat brita swasta ini akan berubah menjadi koran.

Yang jelas mereka bakal menghadapi tantangan besar, yaitu masalah logistik, kurang terlatihnya wartawan, langkanya mesin cetak dan tiadanya statistik pasar pembaca, demikian AFP.