Jakarta (ANTARA) -
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan wayang merupakan sebuah ritual kehidupan yang bisa memberi pelajaran, terutama soal bagaimana bisa mengalahkan kejahatan dengan kebaikan.

Menurut Hasto dalam sambutannya di pagelaran Wayang Kulit Dalang 3, di halaman Masjid At-Taufiq, Lenteng Agung, Jakarta, Jumat malam, wayang adalah ritual kehidupan.

"Di dalam wayang ini, kita tidak hanya menangkap seluruh falsafah tentang budi pekerti, tentang tugas satria di dalam melawan angkara murka,” kata Hasto lagi.

Pewayang dalam pagelaran ini ialah Ki Joko Widodo alias Joko Klentheng, Ki Puthut Puji Aguseno, dan Ki Alek Budi Sabdo Utomo. Lakon wayang ini adalah Pandawa Syukur (Sesaji Rojosuyo).

Menurut Hasto, keangkaramurkaan itu bisa diluluhlantakkan ketika seorang kesatria itu menyatu dengan punokawan yang merupakan simbol dari rakyat miskin atau wong cilik yang terus diperjuangkan oleh PDI Perjuangan.
Adapun lakon wayang kali ini menceritakan seorang raja bernama Prabu Jarasanda yang ingin menaklukkan 100 kerajaan.

Dia lantas berkelakar dengan pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie menyebut sudah ada seorang calon pemimpin berambisi yang ingin menaklukkan dunia sebelum di Jerman ditemukan Teori Lebensraum.
“Menaklukkan dunia yang tentu saja dengan perlengkapan senjata. Hanya saja senjatanya ini baru atau bekas itu tidak disebutkan dalam cerita wayang ini,” ujarnya lagi.

Dia juga menyebut bahwa di dalam pengadaan senjata untuk menaklukkan kerajaan tersebut, dengan membangun tentara hebat.

“Jadi, bukan membentuk PT kecil yang isinya saudara-saudara dari kerajaan ini, bukan. Tetapi dengan membentuk bala tentara yang hebat. Akhirnya 97 raja bisa ditaklukkan, tinggal 3 yang belum ditaklukkan, yaitu namanya Prabu Baladewa, Prabu Kresna, dan Prabu Kuntadewa,” ujar Hasto.

Dia juga mengungkapkan, Prabu Jarasanda ini memiliki ambisi kuat, yang menggunakan jurus devide et impera atau politik pecah belah.

“Ini yang juga dilakukan oleh raja yang mempunyai ambisi yang besar tersebut. Nanti ambisi ini bisa dikalahkan dengan perang tanding. Jadi dalam cerita wayang, kalau namanya raja punya ambisi caranya dengan perang tanding. Dengan debat, menyampaikan narasi masa depan. Kalau dulu kan perang fisik adu kekuatan, adu kesaktian. Kalau sekarang itu dengan menyampaikan suatu narasi yang baik, suatu ujaran kebenaran, suatu karakter yang baik yang ditampilkan,” kata Hasto lagi.

“Jadi itulah kesaktian-kesaktian raja masa kini yang ingin menjadi pemimpin nasional dengan perang tanding. Jadi yang disampaikan debat-debat tentang visi misi itu yang memang harus disampaikan,” katanya pula.

Hasto juga menceritakan bahwa dengan perang tanding ini, seorang pemimpin juga akan menunjukkan jiwa kesatrianya.

“Kemudian dengan perang tanding ini, jiwa kesatria diperlihatkan. Tidak ada itu yang namanya Werkudara mau maju perang dia nempel ke Kresna. Tidak ada dalam cerita wayang. Kalau mau perang, kesatria ini berhadapan dengan baik,” ujar Hasto.

Untuk itu, dari wayang ini belajar nilai-nilai keutamaan seorang kesatria. Sebab, seorang kesatria yang punya ambisi menaklukkan dunia sekalipun itu akan menebarkan nilai-nilai kesatriannya itu.

"Dia bukan orang yang suka melakukan gerakan devide et impera,” kata Hasto.
Dia pun menegaskan, dalam lakon wayang ini, siapa yang memperjuangkan kebenaran itu akhirnya akan menang.

“Karena itu, menjadi seorang pemimpin diperlukan modal karakter yang baik, diperlukan rekam jejak kepemimpinan yang sangat baik. Sehingga dia bisa mewakili dari seluruh rakyat yang diwakilinya. Bukan dengan ambisi kekuasaannya menaklukkan 100 raja dan menentang 3 raja yang menjadi simbol kebenaran,” katanya lagi.

Turut hadir dalam pagelaran wayang kulit itu, jajaran DPP PDI Perjuangan Sri Rahayu, kemudian pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie.

Hadir pula dalam acara tersebut, Menteri PANRB Abdullah Azwar Anas, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono, Wakil Bupati Ngawi Dwi Rianto Jatmiko serta Ketua DPC PDI Perjuangan Tangsel Wanto Sugito.
Gelaran wayang ini juga turut dimeriahkan oleh masyarakat sekitar Lenteng Agung yang hadir di lokasi.
Baca juga: PDIP gelar wayangan sebagai refleksi Tragedi 27 Juli 1996
Baca juga: Hasto yakin Ganjar Pranowo sosok yang tepat membangun Indonesia