Kapuas Hulu (ANTARA) - Masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik yang bermukim di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, menggelar festival rimba sebagai upaya untuk menumbuhkan kebanggaan terhadap identitas lokal yang mereka miliki berupa adat-istiadat dan hutan lestari. "Festival ini sebagai proses penyadaran bahwa kegiatan yang kami lakukan sudah benar dengan mempertahankan adat dan budaya, serta menjaga hutan," kata Ketua Serakop Iban Perbatasan Herkulanus Sutomo Manna saat ditemui di pemukiman Dayak Iban Sungai Utik di Kapuas Hulu, Jumat.

Festival rimba berpusat pada rumah bentang berbahan kayu sepanjang 216 meter yang dihuni masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik berlokasi di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh Hulu, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Acara itu berlangsung selama tiga hari mulai 28 sampai 30 Juli 2023. Terdapat berbagai kegiatan yang disuguhkan dalam festival tersebut mulai dari ritual adat ngemapas, janek lemai, kesenian musik gendang, tari kreasi, pemutaran film, seminar, penanaman 5.000 bibit pohon, susur sungai hingga susur hutan.

Baca juga: Warga perbatasan bentangkan bendera 168 meter di atap Rumah Betang

Baca juga: Dayak Iban Sungai Utik perbatasan membentuk sekolah adat
Sutomo menjelaskan festival rimba juga sebagai upaya mempromosikan potensi ekowisata yang dimiliki Dayak Iban Sungai Utik agar semakin luas dikenal oleh masyarakat. Acara itu dihadiri oleh masyarakat adat dari Serawak dan Brunei Darussalam.

Pada 20 Mei 2020, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengakui hutan adat milik masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik seluas 9.480 hektare.

Pengakuan hak hutan adat tersebut menjadi keberhasilan atas perjuangan panjang masyarakat adat Dayak Iban Sungai Utik yang telah berlangsung sejak tahun 1997.

Ketua Rumah Bentang Dayak Iban Sungai Utik, Bandi Anak Ragai yang akrab disapa Apai Janggut mengatakan budaya dan hutan ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat adat. Budaya menjadi panduan hidup dan hutan sebagai pemberi hidup, keduanya adalah identitas yang melekat dan harus terus dijaga agar tidak hilang.

Menurutnya, menjaga kelestarian budaya dan hutan adalah kewajiban bagi semua pihak, tidak hanya bagi Dayak Iban Sungai Utik saja, tetapi juga seluruh pemangku kepentingan dan masyarakat adat lainnya.

Sekretaris Daerah Kabupaten Kapuas Hulu, Mohammad Zaini menyampaikan bahwa festival rimba bisa menjadi salah satu tren pariwisata yang dapat meningkatkan daya tarik dan budaya asli Suku Dayak dengan konsep ekowisata.

Kapuas Hulu, kata dia, sangat berpeluang untuk mengembangkan pariwisata lintas batas dengan mengoptimalkan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Nanga Badau sebagai pintu masuk wisatawan. Jarak PLBN Nanga Badau ke Sungai Utik juga tergolong dekat hanya sekitar tiga jam perjalanan darat.

"Pelaksanaan festival rimba merupakan salah satu upaya yang strategis dalam penciptaan iklim pariwisata dan memperkuat posisi Kapuas Hulu sebagai destinasi ekowisata, serta peningkatan kunjungan wisatawan di Kapuas Hulu," kata Zaini.*

Baca juga: Kain tenun Dayak Iban Menua Sadap diminati Malaysia

Baca juga: Peraih KEHATI Award bertekad lestarikan tenun dayak berpewarna alami