Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) menerbitkan surat edaran (SE) yang meminta pejabat pembina kepegawaian (PPK) instansi pusat dan daerah agar tetap mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan bagi tenaga non-aparatur sipil negara.

Dalam surat edaran tersebut, sesuai masukan dan aspirasi dari berbagai pihak bahwa tenaga non-ASN masih diperlukan dalam mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan. Untuk itu, Kemenpan RB meminta kepada instansi baik pusat maupun daerah untuk menjalankan sejumlah langkah.

"PPK menghitung dan tetap mengalokasikan anggaran untuk pembiayaan tenaga non-ASN yang sudah terdaftar dalam pendataan tenaga non-ASN dalam basis data BKN," demikian petikan SE tersebut.

Dalam SE bernomor B/1527/M.SM.01.00/2023 tersebut juga ditegaskan bahwa semua instansi pemerintah harus mengalokasikan pembiayaan tenaga non-ASN yang pada prinsipnya tidak mengurangi pendapatan yang diterima oleh tenaga non-ASN selama ini.

Adapun saat ini Pemerintah bersama DPR serta berbagai pemangku kepentingan sedang melakukan penataan tenaga non-ASN dan mencari solusi terbaik. Selain itu, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018, tidak boleh lagi ada tenaga non-ASN.

Namun, sesuai dengan arahan Presiden RI Joko Widodo, Kemenpan RB diminta mencari solusi jalan tengah dengan prinsip, antara lain, hindari agar tidak terjadi PHK massal dan tidak boleh ada pengurangan pendapatan dari yang diterima tenaga non-ASN saat ini.

Jumlah tenaga non-ASN sendiri saat ini di pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencapai 2,3 juta orang dari seluruh Indonesia. Data tersebut diaudit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) agar valid karena pada beberapa sampel ditemukan data yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

Baca juga: Pemerintah fokus transformasi manajemen ASN dalam Uji Publik RUU ASN
Baca juga: Pemerintah-DPR pastikan tak ada PHK dan pengurangan gaji bagi non-ASN


Dikatakan oleh Deputi Bidang SDM Aparatur Kemenpan RB Alex Denni bahwa awalnya jumlah tenaga non-ASN diproyeksikan hanya tinggal sekitar 400.000 pada akhir 2022. Ternyata begitu didata jumlahnya mencapai 2,3 juta dengan mayoritas ada di pemerintah daerah.

"Dengan kondisi tersebut, sesuai dengan arahan Presiden Jokowi, kami mencari jalan tengah, jangan ada PHK massal. Coba bayangkan 2,3 juta tenaga non-ASN tidak boleh lagi bekerja per akhir November 2023. Maka, 2,3 Juta non-ASN ini diamankan dahulu agar bisa terus bekerja," ujar Alex dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis.

Dengan demikian, lanjut Alex, beragam opsi dirumuskan. Skemanya sedang dirumuskan bersama.

"Yang sudah final adalah kesepakatan tidak boleh ada PHK massal. Bagaimana skemanya? Itu sedang dirumuskan dengan memperhatikan masukan berbagai pihak," katanya.

Diungkapkan pula oleh Alex bahwa pedoman lain yang harus ditaati adalah kepastian pendapatan non-ASN tidak boleh berkurang dari yang diterima saat ini.

"Itu harus jadi pedoman, tidak boleh ada pengurangan pendapatan," ucap Alex.

Pemerintah, lanjut dia, juga terus menjalankan rekrutmen ASN setiap tahunnya dengan memperhitungkan kapasitas fiskal yang dimiliki. Misalnya, pada tahun 2023 Pemerintah membuka rekrutmen sekitar 1,03 juta ASN yang prosesnya mulai September 2023.

"Kami terus berhitung kemampuan anggaran pemerintah. Setiap tahun kami coba terus rekrutmen agar yang tenaga non-ASN ini menjadi ASN secara bertahap sesuai dengan kemampuan anggaran. Akan tetapi, tentu harus bertahap," imbuhnya.

Ditegaskan pula bahwa penataan tenaga non-ASN ini diperkuat dengan pelarangan dan pembatasan sangat ketat terhadap rekrutmen tenaga non-ASN. PPK dan pejabat lain dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN yang masih ada kekosongan.

"Untuk pemenuhan ASN di lingkungan instansi pemerintah, dapat dilakukan melalui usulan kebutuhan formasi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," pungkas dia.