Jakarta (ANTARA News) - Mantan hakim agung Djoko Sarwoko membantah telah menerima suap terkait vonis peninjauan kembali (PK) kasus penyelundupan 30 kontainer perangkat BlackBerry.

"Kalau mengenai isu suap, saya katakan seperti dulu. Kalau di ruangan saya tidak ada, tetapi saya tidak tahu apa yang terjadi di ruangan lain," kata Djoko di Jakarta, Selasa.

Mantan juru bicara Mahkamah Agung (MA) itu mengaku bahwa putusan PK kasus penyeludupan 30 kontainer BlackBerry memang tidak ada dissenting opinion/pendapat berbeda sehingga muncul dugaan adanya suap.

"Adanya `dissenting` (opinion) itu orang jadi menduga-duga benar itu (suap). Biar tidak menimbulkan fitnah, saya hadir di sini," kata Djoko, usai diperiksa Komisi Yudisial.

Dia mengungkapkan bahwa dirinya datang memenuhi panggilan KY merupakan kepudulian terhadap lembaga pengawas hakim ini.

"Ini merupakan wujud kepedulian saya dan sudah berjanji kepada Pak Ketua KY dan wakil ketua. Walau sudah pensiun, kalau memerlukan informasi apa-apa pasti saya akan bantu," katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua KY Imam Anshori mengatakan bahwa pemanggilan sebagai saksi untuk klarifikasi karena ada laporan kasus perkara BlackBerry.

"Kami tidak menyangkut apa isi putusannya karena yang dilaporkan tersebut soal itu suapnya," kata Imam.

Dia juga mengatakan bahwa Djoko Sarwoko sudah membuka semua masalah dan pihaknya menyatakan keterangan tersebut akan dipakai sebagai pintu masuk untuk menelusuri hal-hal lain dengan pelaporan itu.

"Pak Djoko keterangannya sangat relevan karena yang mengetahui persis persoalannya, baik di persidangan maupun di sekitar persidangan," kata Imam.

KY memanggil Djoko yang merupakan ketua majelis peninjauan kembali (PK) terkait dengan putusan bebas terhadap pengusaha Jonny Abbas dalam kasus penyelundupan 30 kontainer BlackBerry.

Jonny Abbas dilaporkan ke Kepolisian Daerah Metro Jaya dengan tuduhan penipuan dan peggelapan. Pengaduan tersebut berbuntut putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menghukum penjara satu tahun 10 bulan penjara.

Di tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta membebaskan Jonny. Namun, di tingkat kasasi, Mahkamah Agung memutus Jonny bersalah sehingga mengajukan permohonan peninjauan kembali.

Pada tanggal 18 Oktober 2012, Majelis PK yang dipimpin Hakim Agung Djoko Sarwoko dan beranggotakan Hakim Agung Achmad Yamanie serta Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh membebaskan Jonny.