Jakarta (ANTARA News) - Berbagai kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia telah berhasil mengurangi transaksi spekulasi terhadap rupiah.

"Spekulasi sudah mulai berkurang setelah kita mengeluarkan ketentuan setiap transaksi valas harus ada `underlying` (bukti kebutuhan)," kata Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia Hendar di Jakarta, Senin.

Menurutnya, transaksi valas terutama dalam jumlah besar harus bisa menunjukkan bukti kebutuhan seperti untuk impor ataupun untuk biaya pendidikan, sehingga tanpa bukti tersebut transaksi valas tidak bisa dilakukan.

"Jadi kita lihat di lapangan bahwa transaksi spekulasi seperti itu sudah tidak ada. Transaksi valas yang terjadi murni untuk kebutuhan riil," katanya.

Belum lama ini, BI mengeluarkan Surat Edaran No.15/3/DPM tanggal 28 Februari 2013 perihal Perubahan Kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank yang berlaku mulai 18 Maret 2013.

Ketentuan ini merupakan penyempurnaan kedua atas Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 10/42/DPD perihal Pembelian Valuta Asing terhadap Rupiah kepada Bank yang ditujukan untuk meningkatkan kehati-hatian dalam transaksi pembelian valuta asing terhadap rupiah kepada bank, khususnya pembelian valuta asing terhadap rupiah yang dilakukan oleh pedagang valuta asing (PVA).

Mengenai ketentuan ini, Hendar mengatakan salah satunya mengatur bahwa penjualan valas ke pedagang valuta asing hanya boleh dalam bentuk fisik dan tidak boleh dilakukan hanya dengan pemidahbukuan.

"Ini mengurangi kemungkinan penggunaan valas bukan untuk kebutuhan yang benar," katanya.

Pembelian valas di atas 100 ribu dolar AS oleh satu nasabah juga harus memiliki surat keterangan dari bank.

Nilai tukar rupiah pada Senin ini berdasarkan kurs tengah BI berada pada posisi 9.728 per dolar AS. Rupiah sejak pekan lalu kembali melemah sejalan dengan sentimen investor atas kondisi krisis di Eropa terutama di Siprus yang kian mengkhawatirkan.