Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kinerja Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mengalami pertumbuhan 5,5 persen mencapai Rp302,1 triliun sepanjang semester I 2023.

“Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP mencapai Rp302,1 triliun, ini tumbuh 5,5 persen dari tahun sebelumnya,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin.

Jumlah tersebut menandai adanya pertumbuhan positif dengan capaian 68,5 persen dari total target anggaran tahun 2023. Pada tahun 2022, pertumbuhan PNBP tercatat cukup tinggi di level 38,4 persen dikarenakan adanya normalisasi serta koreksi harga komoditas pasca COVID-19.

Kemudian, Sri Mulyani memaparkan, PNBP dari sektor sumber daya alam (SDA) Migas tercatat Rp60,1 triliun sepanjang semester I 2023.

Sektor tersebut mengalami kontraksi 19,9 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat Rp75,0 triliun.

Ia mengungkapkan kontraksi itu diakibatkan penurunan Indonesian Crude Price (ICP) dan lifting minyak bumi.

Lain halnya dengan pendapatan SDA Nonmigas yang tercatat meningkat 94,7 persen dari Rp40,2 triliun pada semester I 2022, menjadi Rp78,3 triliun pada semester I 2023.

Peningkatan tersebut disebabkan penyesuaian tarif iuran produksi atau royalti batu bara dengan berlakunya PP Nomor 26 Tahun 2022.

"Di Tahun 2022, untuk Nonmigas terutama mineral kita lihat penerimaan PNBP kita masih cukup tinggi yaitu Rp78,3 triliun, ini terutama karena bukan harga batubara naik karena menurun tapi karena adanya tarif iuran produksi dan royalti batubara yang disesuaikan jadi ini bukan merefleksikan harga komoditas mineral," ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut, dia menjelaskan pendapatan Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) semester I 2023 yang mencapai Rp42,4 triliun. Realisasi utamanya disumbang dari setoran dividen BUMN perbankan dan non perbankan.

Namun, PNBP lainnya mengalami kontraksi 5,5 persen sebesar Rp83,0 triliun pada semester I 2023. Kontraksi tersebut disebabkan penurunan pendapatan penjualan hasil tambang (PHT) dan belum adanya harga batu bara untuk kepentingan dalam negeri (DMO).

Kemudian dari segi pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) mengalami penurunan 19,8 persen atau tercatat Rp38,4 triliun pada semester I tahun ini. Penurunan utamanya berasal dari pengelolaan dana perkebunan kelapa sawit.

"Penurunan BLU hanya sebesar Rp38,4 triliun, jauh lebih rendah atau kontraksi 19,8 persen dibandingkan tahun sebelumnnya yang juga telah mengalami koreksi tajam 20,6 persen," pungkasnya.

Baca juga: Menkeu: Indonesia jadi negara yang diandalkan dalam pertemuan G20

Baca juga: Menkeu sebut kinerja nilai tukar rupiah lebih baik dari dolar AS