Jakarta (ANTARA News) - Ketua Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) Nita Yudi mengatakan, bunga kredit usaha rakyat (KUR) yang dikucurkan pemerintah masih terlalu tinggi sehingga membebani pelaku usaha mikro, kecil dan menengah dalam menjalankan bisnisnya.

"Ada KUR tapi bunganya hingga 24 persen per tahun itu terlalu tinggi bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)," kata Nita saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Dia menuturkan tingkat bunga KUR yang berkisar 14 persen per tahun (tanpa kolateral atau dampingan) hingga 24 persen per tahun (dengan kolateral) dinilai masih terlalu tinggi bagi pelaku UMKM yang modalnya tidak seberapa meski diakuinya bantuan KUR sangat membantu perkembangan usaha mereka.

"Seharusnya (bunga KUR) itu `satu digit`, mungkin sekitar 7-8 persen per tahun sehingga tidak memberatkan UMKM," katanya.

Nita menambahkan, selain tingkat bunga yang tinggi, kebanyakan pengusaha, terutama perempuan, masih mendapatkan ketidakpercayaan dalam memperoleh pinjaman modal usaha. Hal itu, kata dia, saat mengajukan pinjaman kredit, perempuan selalu dimintai persetujuan dari pihak laki-laki seperti suami, ayah atau anak laki-lakinya.

"Seolah pihak bank tidak percaya pada kemampuan nasabah perempuan. Padahal, Bank Dunia pernah menyatakan bahwa perempuan adalah nasabah yang paling taat membayar pinjaman," ujarnya.

Dia juga mengatakan perempuan pengusaha seringkali diremehkan sehingga kalah dalam memenangkan suatu tender. Kondisi diremehkan itulah, menurut Nita, yang membuat perempuan pengusaha jadi kehilangan percaya diri untuk bisa bangkit dan kembali memulai bisnis.

"Padahal jika dilihat dari keuanggulannya, perempuan pengusaha itu biasanya akan memegang teguh kepercayaan yang diberikan," katanya.

Tak hanya itu, dia juga menilai perempuan pengusaha lebih ulet, teliti serta memiliki perhatian yang lebih tinggi dalam memimpin.

(A062/Z002)