Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Sukamta Mantamiharja meminta penyedia aplikasi dari pihak pemerintah maupun swasta jangan melupakan fungsi keamanan dalam membangun sebuah aplikasi digital.
"Selama ini para pembangun aplikasi seperti di instansi pemerintah maupun swasta, kebanyakan baru perhatikan aspek fungsi bahwa aplikasi itu bisa bekerja dengan baik tapi kurang memperhatikan keamanan terutama terkait data-data yang dikelola,” kata Sukamta dalam diskusi 'Data Warga Siapa Yang Jaga' di Kanal YouTube Trijaya FM, Sabtu.
Hal tersebut disampaikan Sukamta menanggapi sejumlah kasus dugaan bocornya data pribadi masyarakat yang kemudian dijual oleh peretas, yang terbaru adalah dugaan bocornya data Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil).
Dia berharap lembaga pengelola aplikasi tersebut harus segera memunculkan sikap waspada untuk meningkatkan sistem pengamanannya.
Langkah itu menurut dia sangat diperlukan agar jangan sampai terjadi lagi kebocoran data yang semakin masif.
Sukamta juga mengatakan bahwa para pengembang aplikasi harusnya diberi target dalam segi keamanan oleh pemerintah dan bisa mengawal aplikasi tersebut dari serangan siber.
"Pengembang-pengembang dari awal itu diberi target bahwa selain bisa berfungsi, ini juga harus 150 persen aman, itu misalnya, dan pengamanan patroli 24 jam sehari dengan cyber army yang yang sangat memadai oleh negara," ujarnya.
"Saya dulu pernah mengusulkan lembaga-lembaga negara yang mengelola data itu mestinya pengelola datanya harus digembleng oleh Kopassus untuk patriotismenya, sementara keterampilan harus memadai dari sisi cyber security," tambahnya.
Sebelumnya, kasus dugaan kebocoran data itu diungkap pertama kali oleh akun Twitter bernama pengguna @DailyDarkWeb pada Sabtu (15/7). Dalam salah satu unggahannya, akun itu menyebutkan bahwa sebanyak 337.225.465 baris data kependudukan yang dikelola Ditjen Dukcapil Kemendagri dijual di forum para peretas ("hacker").
Dalam tangkapan layar laman forum peretas yang dibagikan akun Daily Dark Web, si peretas dengan nama akun RRR mengklaim mendapatkan 337 juta baris data itu dari laman web resmi dukcapil.kemendagri.go.id.
Ratusan juta data itu di antaranya memuat nomor induk kependudukan (NIK), tempat tanggal lahir, agama, status kawin, akta cerai, nama ibu, pekerjaan, serta nomor paspor.
Namun Direktur Jenderal (Dirjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri Teguh Setyabudi menyampaikan berdasarkan audit investigasi yang dilakukan pihaknya dan BSSN tidak ditemukan jejak kebocoran data Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) Terpusat Online.
"Direktorat Jenderal (Ditjen) Dukcapil Kemendagri bersama BSSN dan stakeholders terkait lainnya telah melaksanakan mitigasi preventif dan audit investigasi secara cepat dengan hasil sejauh ini tidak ditemukan jejak kebocoran data pada SIAK Terpusat Online yang dijalankan Ditjen Dukcapil Kemendagri," kata Teguh kepada wartawan di Jakarta, Senin.
Meskipun begitu, lanjut dia, audit investigasi masih terus dilakukan Ditjen Dukcapil bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) beserta pemangku kepentingan terkait lainnya guna mendalami dugaan kebocoran data kependudukan tersebut.
Teguh menyampaikan saat ini audit investigasi terhadap dugaan kebocoran data mulai diarahkan ke pangkalan data kependudukan yang dikelola pemerintah kabupaten/kota.
Komisi I minta penyedia aplikasi jangan lupakan fungsi keamanan
22 Juli 2023 19:06 WIB
Anggota Komisi I DPR RI Sukamta Mantamiharja dalam diskusi 'Data Warga Siapa Yang Jaga' di Kanal YouTube Trijaya FM, Sabtu (22/7/2023). ANTARA/tangkap layar YouTube Trijaya FM/Fianda Sjofjan Rassat
Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2023
Tags: