Angkie Yudistia soal ekosistem ramah disabilitas: Bukan kerja instan
21 Juli 2023 18:36 WIB
Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia menjawab pertanyaan wartawan selepas acara peluncuran buku barunya “Menuju Indonesia Inklusi” di Jakarta, Jumat (21/7/2023). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.
Jakarta (ANTARA) - Staf Khusus Presiden RI Angkie Yudistia menilai membentuk ekosistem yang ramah penyandang disabilitas di Indonesia bukan pekerjaan yang instan atau dapat tuntas dalam waktu singkat.
Dia menjelaskan ekosistem yang ramah disabilitas dapat terbentuk manakala kesadaran (awareness) mengenai kelompok disabilitas itu terbentuk dalam pikiran masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu, Angkie berupaya meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang kelompok disabilitas melalui buku barunya berjudul “Menuju Indonesia Inklusi” yang diluncurkan di Jakarta, Jumat.
“Buku ini sebagai awal mula untuk orang melek (bahwa) disabilitas itu ada, dan disabilitas bisa. Ketika awareness terbentuk, langkah berikutnya fasilitas, aksesibilitas, kesehatan, dan lain sebagainya. Pekerjaan ini adalah pekerjaan rumah yang tidak bisa selesai instan. Kami butuh goyong royong, toleransi, dan tenggang rasa untuk mewujudkan ini,” kata Angkie Yudistia saat acara peluncuran buku barunya di Jakarta, Jumat.
Dalam buku keempatnya itu, Angkie mengangkat problem yang dialami penyandang disabilitas, salah satunya stigma bahwa kelompok disabilitas memiliki kekurangan.
Baca juga: Angkie soroti isu disabilitas dalam "Menuju Indonesia Inklusi"
Baca juga: Stafsus Presiden apresiasi hibah vaksin penguat bagi disabilitas
“Disabilitas bukan tentang kondisi individu yang ‘kurang’ dibandingkan dengan individu lainnya. Disabilitas sesungguhnya adalah ketidaksanggupan kita melihat kemampuan orang lain terutama pada disabilitas sehingga apa yang menjadi potensi mereka tidak terlihat,” kata Angkie dalam bukunya.
Padahal, kelompok disabilitas dapat menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi manakala ada sistem pendukung (support system) yang tangguh.
Angkie dalam bukunya pun mencontohkan sejumlah sosok dari kelompok disabilitas yang mampu berprestasi dan berhasil dalam kariernya.
Oleh karena itu, Angkie menilai membentuk sistem pendukung dan ekosistem yang ramah disabilitas perlu dukungan regulasi komprehensif dari pemerintah.
“Rancangan induk undang-undang disabilitas itu dari hulu ke hilir. Saat ini kami menyelesaikan tahap awalnya, masih hilir sekali, dimulai dari pendataan, dimulai dari paling krusial pendidikan, dimulai berikutnya bagaimana perekonomian,” katanya.
Dia melanjutkan membentuk ekosistem ramah disabilitas di tiga sektor itu saja membutuhkan tenaga dan sumber daya yang luar biasa.
“Tiga prioritas ini saja butuh effort sangat luar biasa sekali, dan membangun ekosistem tidak mudah. Tidak bisa kerja sendiri. Kami pasti bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak,” kata Angkie.
Baca juga: Angkie ajak semua pihak bersinergi tingkatkan pendidikan difabel
Baca juga: Angkie Yudistia buka pusat pelatihan kerja bagi kelompok difabel
Dia menjelaskan ekosistem yang ramah disabilitas dapat terbentuk manakala kesadaran (awareness) mengenai kelompok disabilitas itu terbentuk dalam pikiran masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu, Angkie berupaya meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang kelompok disabilitas melalui buku barunya berjudul “Menuju Indonesia Inklusi” yang diluncurkan di Jakarta, Jumat.
“Buku ini sebagai awal mula untuk orang melek (bahwa) disabilitas itu ada, dan disabilitas bisa. Ketika awareness terbentuk, langkah berikutnya fasilitas, aksesibilitas, kesehatan, dan lain sebagainya. Pekerjaan ini adalah pekerjaan rumah yang tidak bisa selesai instan. Kami butuh goyong royong, toleransi, dan tenggang rasa untuk mewujudkan ini,” kata Angkie Yudistia saat acara peluncuran buku barunya di Jakarta, Jumat.
Dalam buku keempatnya itu, Angkie mengangkat problem yang dialami penyandang disabilitas, salah satunya stigma bahwa kelompok disabilitas memiliki kekurangan.
Baca juga: Angkie soroti isu disabilitas dalam "Menuju Indonesia Inklusi"
Baca juga: Stafsus Presiden apresiasi hibah vaksin penguat bagi disabilitas
“Disabilitas bukan tentang kondisi individu yang ‘kurang’ dibandingkan dengan individu lainnya. Disabilitas sesungguhnya adalah ketidaksanggupan kita melihat kemampuan orang lain terutama pada disabilitas sehingga apa yang menjadi potensi mereka tidak terlihat,” kata Angkie dalam bukunya.
Padahal, kelompok disabilitas dapat menjadi pribadi yang mandiri dan berprestasi manakala ada sistem pendukung (support system) yang tangguh.
Angkie dalam bukunya pun mencontohkan sejumlah sosok dari kelompok disabilitas yang mampu berprestasi dan berhasil dalam kariernya.
Oleh karena itu, Angkie menilai membentuk sistem pendukung dan ekosistem yang ramah disabilitas perlu dukungan regulasi komprehensif dari pemerintah.
“Rancangan induk undang-undang disabilitas itu dari hulu ke hilir. Saat ini kami menyelesaikan tahap awalnya, masih hilir sekali, dimulai dari pendataan, dimulai dari paling krusial pendidikan, dimulai berikutnya bagaimana perekonomian,” katanya.
Dia melanjutkan membentuk ekosistem ramah disabilitas di tiga sektor itu saja membutuhkan tenaga dan sumber daya yang luar biasa.
“Tiga prioritas ini saja butuh effort sangat luar biasa sekali, dan membangun ekosistem tidak mudah. Tidak bisa kerja sendiri. Kami pasti bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak,” kata Angkie.
Baca juga: Angkie ajak semua pihak bersinergi tingkatkan pendidikan difabel
Baca juga: Angkie Yudistia buka pusat pelatihan kerja bagi kelompok difabel
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2023
Tags: