Manila (ANTARA) - Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr menyatakan pemerintahnya tidak akan bekerja sama dengan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang tengah menyelidiki kasus ribuan pembunuhan yang dilakukan pendahulu Marcos selama "perang melawan narkoba".

Marcos menegaskan bahwa ICC tidak memiliki yurisdiksi di Filipina yang pada Maret 2019 sudah menarik diri dari ICC.

"Kami tidak akan bekerja sama dengan mereka dalam bentuk atau cara apa pun," kata Marcos kepada wartawan pada Jumat.

Pernyataan itu disampaikan hanya beberapa hari setelah hakim banding ICC menolak upaya Filipina dalam membatalkan penyelidikan jaksa ICC atas program antinarkoba semasa pemerintahan Rodrigo Duterte.

Ribuan orang tewas dalam operasi antinarkoba yang berakhir dengan baku tembak selama enam tahun masa kekuasaan Duterte, kata kelompok-kelompok hak asasi manusia.

Polisi Filipina secara resmi mengakui sekitar 6.200 mati karena operasi itu. Polisi menyangkal tudingan melakukan eksekusi sistematis dan menutup-nutupi kasus itu.

Marcos mengatakan setiap dugaan kejahatan harus diselidiki di negara itu karena dugaan kejahatan itu dilakukan di dalam wilayah Filipina.

Kementerian kehakiman Filipina sendiri sudah berjanji menggelar penyelidikannya sendiri atas perang narkoba itu secara adil.

"Kami tetap mempertahankan kedaulatan Filipina dan tetap mempertanyakan yurisdiksi ICC dalam penyelidikan mereka di Filipina," kata Marcos.

Walaupun Filipina tidak lagi menandatangani peradilan internasional itu, kepala jaksa ICC menyatakan mahkamah ini tetap memiliki yurisdiksi karena Filipina menjadi salah satu anggota ICC saat kejahatan itu diduga terjadi.

Baca juga: Filipina pantau ancaman invasi ke Taiwan, siapkan rencana kontingensi
Baca juga: Presiden China Xi Jinping bertemu mantan presiden Filipina Duterte
Baca juga: Xi Jinping minta Duterte terus majukan hubungan China-Filipina


Sumber: Reuters