Jakarta (ANTARA) -
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Yohanes Baptista Satya Sananugraha mengatakan penurunan stunting sejalan dengan pengentasan kemiskinan ekstrem.
"Berdasarkan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE), lebih dari 48 persen keluarga yang ada di desil satu pada setiap provinsi berisiko stunting. Ini berarti penanganan kemiskinan ekstrem dan stunting saling beririsan," kata Yohanes pada Forum Menuju Indonesia Bebas Stunting di Jakarta, Kamis.
Yohanes menegaskan fokus penanganan kemiskinan ekstrem ini sesuai dengan arahan target Presiden Joko Widodo untuk menurunkannya hingga nol persen pada tahun 2024.
"Salah satu langkah yang dilakukan Kemenko PMK adalah
roadshow penghapusan kemiskinan ekstrem yang didukung oleh 19 kementerian dan lembaga, serta dihadiri oleh gubernur dan kepala daerah di 32 provinsi dan 412 kabupaten/kota, yang dilaksanakan pada Januari-April 2023," ujar dia.
Baca juga: Kemenko PMK: Penanganan stunting jadi kunci utama pembangunan SDM Dari hasil
roadshow tersebut, ada beberapa tantangan percepatan penurunan stunting yang masih ditemukan di daerah, yakni pertama, sinkronisasi program spesifik dan sensitif di semua tingkatan pemerintahan dan dukungan mitra terkait, seperti perguruan tinggi, pelaku usaha, dan media massa.
Kedua, penguatan kelembagaan tim percepatan penurunan stunting di provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa, dan kelurahan untuk optimalisasi tugas dan fungsi yang sesuai dengan Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI).
Ketiga, menetapkan kebijakan bagi 275 daerah yang tidak memiliki kepala daerah dikarenakan menjelang pemilihan kepala daerah untuk tetap fokus terhadap upaya percepatan penurunan stunting.
Keempat, program intervensi agar fokus pada keluarga berisiko stunting, dengan memperhatikan kelompok usia remaja, calon pengantin, ibu hamil, dan anak usia 6-23 bulan untuk pencegahan stunting baru tanpa mengesampingkan penanganan pada balita stunting.
Baca juga: Kemenko PMK ajak pemda gencarkan strategi penurunan stunting Kelima, penguatan dan integrasi data stunting yang diawali dengan kebutuhan pemenuhan alat antropometri di seluruh posyandu, USG dua dimensi di puskesmas, serta pelatihan tenaga kesehatan dan kader lapangan.
Keenam, edukasi sosial kepada masyarakat secara masif dan terus-menerus dengan melibatkan berbagai pihak.
Ketujuh, perguruan tinggi, organisasi profesi, kemasyarakatan, tokoh masyarakat, agama, dunia usaha, media, dan mitra diharapkan dapat bergerak bersama dalam upaya pencegahan stunting dan bersinergi dengan pemerintah daerah sampai tingkat desa dalam berbagai intervensi yang dilakukan.
Kedelapan, membuat program inovasi, seperti bapak asuh anak stunting, dan membuat aksi konkret secara nyata di lapangan, untuk mempercepat capaian target melalui penyediaan pemberian makanan tambahan (PMT), air minum dan sanitasi bersih, serta rumah layak huni.
Baca juga: Kemenko PMK: Penanganan stunting-kemiskinan ekstrem butuh kolaborasi "Kolaborasi kerja dari berbagai pihak menjadi penting untuk memastikan konvergensi antarprogram dari pusat hingga desa dan kelurahan untuk menurunkan angka stunting," tuturnya.