Komunitas "PICA Fest" tetap perjuangkan HAKI merek pakaian lokal Bali
20 Juli 2023 19:30 WIB
Panitia PICA Fest 2023 saat menjelaskan progres pendaftaran HAKI dari UMKM merek pakaian lokal Bali di Denpasar, Kamis (20/7/2023). ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari
Denpasar (ANTARA) - Komunitas anak muda pegiat clothing yang tergabung dalam "Paradise Island’s Clothing Association (PICA) Fest" masih tetap memperjuangkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) bagi merek pakaian lokal Bali.
Humas PICA Fest I Gusti Made Febri Iswara di Denpasar, Kamis, mengatakan perjuangan mereka dimulai sejak tahun lalu dengan dibantu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dalam mendaftarkan HAKI secara gratis.
“Ada beberapa brand (merek) yang sudah terdaftar HAKI, jadi sekitar 20 merek yang belum. Tapi, memang prosesnya lama karena pengecekan satu per satu. Kalau ada nama yang sama di nasional itu kita harus ganti nama,” katanya.
Yang menjadi kesulitan, terkadang UMKM yang mereknya sudah dibangun bertahun-tahun dan ditemukan sama dengan merek lain, enggan mengganti namanya.
“Contohnya kalau tidak salah sudah ada Mayhem jadi MYHM. Prosesnya lama, kalau saya sendiri dulu pengecekan saja bisa setahun, kalau memang tidak ada nama yang sama, baru lanjut lagi ke tahap selanjutnya,” jelas Febri yang juga memiliki UMKM merek pakaian lokal Fist.
Hingga saat ini, mereka masih menunggu hasil dari pendaftaran yang sepenuhnya dibantu Pemprov Bali, karena jika semua UMKM yang tergabung dalam komunitas itu terdaftar maka dapat menekan upaya pembajakan.
Seperti contohnya di marketplace, kerap kali mereka menemukan merek pakaian lokal Bali dibajak, namun ketika berusaha mengadukannya, platform belanja daring justru mengajukan banyak persyaratan.
“Kalau ada pembajakan itu bisa diklaim. Jadi misalnya garmen A memproduksi pakaian dengan nama brand dan logo terdaftar HAKI tanpa persetujuan itu bisa dituntut hukum. Jadi lebih melindungi brand,” jelasnya.
Febri menyebut sejak awal PICA dibentuk, ada sekitar 80 UMKM clothing yang tergabung, yang mana 50 persen diantaranya belum terdaftar HAKI.
Seiring berjalannya waktu, ditambah momentum pandemi COVID-19 yang membuat pengusaha lokal gulung tikar, PICA Fest akhirnya menginjak event ke-8 dan saat ini tersisa 55 merek pakaian lokal Bali yang bergabung dalam festival tahun ini.
Sekitar 30 persen diantaranya telah terdaftar HAKI, sedangkan sisanya masih mengikuti pendaftaran yang dibantu pemerintah sejak tahun lalu.
Febri bercerita mulanya kelompok anak muda Bali itu hendak meminta izin Gubernur Bali Wayan Koster untuk menggunakan Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, sebagai lokasi PICA Fest 2022, namun ternyata lebih jauh pemerintah membantu melindungi UMKM ini dengan mendaftarkan HAKI.
PICA Fest 2023 direncanakan pada 27-30 Juli 2023 di lokasi yang sama dengan tahun sebelumnya, tetapi dengan luas venue yang lebih besar dengan harapan dapat menampung lebih banyak pengunjung dan menambah perputaran uang di masing-masing UMKM.
Humas PICA Fest I Gusti Made Febri Iswara di Denpasar, Kamis, mengatakan perjuangan mereka dimulai sejak tahun lalu dengan dibantu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali dalam mendaftarkan HAKI secara gratis.
“Ada beberapa brand (merek) yang sudah terdaftar HAKI, jadi sekitar 20 merek yang belum. Tapi, memang prosesnya lama karena pengecekan satu per satu. Kalau ada nama yang sama di nasional itu kita harus ganti nama,” katanya.
Yang menjadi kesulitan, terkadang UMKM yang mereknya sudah dibangun bertahun-tahun dan ditemukan sama dengan merek lain, enggan mengganti namanya.
“Contohnya kalau tidak salah sudah ada Mayhem jadi MYHM. Prosesnya lama, kalau saya sendiri dulu pengecekan saja bisa setahun, kalau memang tidak ada nama yang sama, baru lanjut lagi ke tahap selanjutnya,” jelas Febri yang juga memiliki UMKM merek pakaian lokal Fist.
Hingga saat ini, mereka masih menunggu hasil dari pendaftaran yang sepenuhnya dibantu Pemprov Bali, karena jika semua UMKM yang tergabung dalam komunitas itu terdaftar maka dapat menekan upaya pembajakan.
Seperti contohnya di marketplace, kerap kali mereka menemukan merek pakaian lokal Bali dibajak, namun ketika berusaha mengadukannya, platform belanja daring justru mengajukan banyak persyaratan.
“Kalau ada pembajakan itu bisa diklaim. Jadi misalnya garmen A memproduksi pakaian dengan nama brand dan logo terdaftar HAKI tanpa persetujuan itu bisa dituntut hukum. Jadi lebih melindungi brand,” jelasnya.
Febri menyebut sejak awal PICA dibentuk, ada sekitar 80 UMKM clothing yang tergabung, yang mana 50 persen diantaranya belum terdaftar HAKI.
Seiring berjalannya waktu, ditambah momentum pandemi COVID-19 yang membuat pengusaha lokal gulung tikar, PICA Fest akhirnya menginjak event ke-8 dan saat ini tersisa 55 merek pakaian lokal Bali yang bergabung dalam festival tahun ini.
Sekitar 30 persen diantaranya telah terdaftar HAKI, sedangkan sisanya masih mengikuti pendaftaran yang dibantu pemerintah sejak tahun lalu.
Febri bercerita mulanya kelompok anak muda Bali itu hendak meminta izin Gubernur Bali Wayan Koster untuk menggunakan Lapangan Niti Mandala Renon, Denpasar, sebagai lokasi PICA Fest 2022, namun ternyata lebih jauh pemerintah membantu melindungi UMKM ini dengan mendaftarkan HAKI.
PICA Fest 2023 direncanakan pada 27-30 Juli 2023 di lokasi yang sama dengan tahun sebelumnya, tetapi dengan luas venue yang lebih besar dengan harapan dapat menampung lebih banyak pengunjung dan menambah perputaran uang di masing-masing UMKM.
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2023
Tags: