Ankara (ANTARA) - Presiden Prancis Emmanuel Macron menuduh Rusia menggunakan "makanan sebagai senjata" dengan menangguhkan kesepakatan biji-bijian, saat ia berkomentar tentang keputusan Moskow untuk menarik diri dari Inisiatif Biji-Bijian Laut Hitam sehari sebelumnya.

Ketika berbicara kepada wartawan di sela KTT Komunitas Uni Eropa Negara Amerika Latin dan Karibia (EU-Community of Latin American and Caribbean States/CELAC) di Brussel, Belgia, pada Selasa (18/7), Macron menyoroti keputusan Rusia itu.

Menurutnya, keputusan sepihak oleh Rusia tersebut akan menimbulkan dampak signifikan pada negara-negara Timur Tengah, Afrika, dan Asia yang sangat bergantung pada perjanjian itu.

"Mereka yang meragukan keputusan Tuan Putin dan komitmennya untuk kebaikan bersama, jawabannya sangat jelas, ia memutuskan untuk menggunakan makanan sebagai senjata, dan saya pikir ini adalah kesalahan besar," kata Presiden Prancis tersebut.

Istana Kepresidenan Rusia, Kremlin, mengumumkan pada Senin (17/7) bahwa Rusia menangguhkan kesepakatan tersebut dengan menyatakan bahwa bagian Rusia dari perjanjian tersebut tidak dilaksanakan.

Perjanjian itu, yang awalnya ditandatangani pada Juli tahun lalu di Istanbul oleh Turki, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Rusia, dan Ukraina, bertujuan untuk melanjutkan ekspor biji-bijian dari pelabuhan Ukraina.

Ekspor tersebut telah dihentikan akibat perang Rusia-Ukraina yang mulai berlangsung pada Februari 2022.

Pada 18 Mei, kesepakatan itu diperpanjang dengan tambahan 60 hari untuk memastikan kelanjutan ekspor biji-bijian dan mencegah krisis pangan dunia.

Para pemimpin Uni Eropa dan pemimpin CELAC telah berkumpul, untuk membahas bisnis dan pembangunan, di Brussel pada KTT EU-CELAC selama dua hari yang berlangsung sampai 18 Juli.


Sumber: Anadolu

Baca juga: Balas serangan ke Krimea, Rusia kembali serang Odesa di Ukraina

Baca juga: Australia, Inggris desak Rusia kembali ke kesepakatan ekspor pangan


Zelenskyy sebut Ukraina akan membuat NATO lebih kuat