Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito menyatakan kebijakan labelisasi bahaya Bisphenol A (BPA) pada galon guna ulang berbahan polikarbonat didasari atas isu global serta penelitian secara saintifik.

"Ada penelitian yang mendukung dan kami percaya pada latar belakang sains tersebut. Harus diaplikasikan dalam regulasi," kata Penny K Lukito dalam konferensi pers Hari Lingkungan Sedunia 2023 di Jakarta, Senin.

Wacana labelisasi BPA yang berproses sejak 2018, kata Penny, masih disangsikan sejumlah kalangan pengusaha yang mempertanyakan fakta konsumen yang meninggal maupun yang sakit akibat paparan BPA.

Penny mengatakan seharusnya mereka yang ragu dengan aturan itu mau belajar dari peristiwa Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) yang memicu korban jiwa pada anak akibat kontaminasi Etilen Glikol/Dietilen Glikol (EG/DEG) yang melampaui ambang batas aman pada produk obat sirup.

Baca juga: Produsen AMDK komitmen memproduksi kemasan aman dan bebas BPA

"Harusnya kita belajar, sudah pintar, dikaitkan EG dan DEG, bahwa risiko produk mengandung kontaminan itu ada. Kita tidak perlu tunggu yang meninggal atau sakit," ujarnya.

Labelisasi BPA, kata Penny, masih sangat wajar, sebab tidak sampai menerapkan larangan terhadap penggunaan kemasan air minum yang dipakai secara berulang.

"Kebijakan BPOM sangat soft untuk mengedukasi masyarakat. Tidak sampai melarang penggunaan kemasan air yang dipakai berulang. Tapi masih ada industri yang masih menolak," katanya.

Penny berharap kebijakan labelisasi BPA dapat menciptakan kompetisi sehat melalui inovasi kemasan air minum yang aman dan bermutu, sehingga konsumen dapat teredukasi dan cerdas memilih produk.

Baca juga: Komnas PA: Industri AMDK wajib cantumkan peringatan bahaya BPA

"Masyarakat akan memilih produk yang aman, akhirnya produk yang tidak ramah lingkungan dengan sendirinya akan tersingkirkan karena ada kompetisi inovasi," katanya.

Deputi Bidang Pengawasan Pangan BPOM Rita Endang mengatakan bahaya BPA galon guna ulang ada pada jenis plastik keras atau polikarbonat yang pembuatannya menggunakan BPA.

Alasan rancangan regulasi pelabelan BPA menyasar produk galon guna ulang yang saat ini digunakan sehari-hari oleh sekitar 50 juta lebih warga Indonesia.

Dari total 21 miliar liter produksi industri air kemasan per tahunnya, kata dia, sekitar 22 persen diantaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang.

Baca juga: Tarik ulur galon isi ulang, antara isu kesehatan dan persaingan bisnis