Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebut bahwa angka kelahiran total (TFR) di Indonesia masih mengalami disparitas (kesenjangan) yang cukup tinggi, meski rata-rata secara nasional terpantau baik.

“Saya belum puas karena kesenjangannya masih cukup tinggi. Disparitas masih tinggi, padahal rata-rata kita secara nasional sudah 2,18 berdasarkan Long Form Sensus Penduduk 2020 BPS. Padahal pembangunan itu harus equal equity,” katanya di Jakarta, Sabtu.

Hasto menuturkan, angka TFR yang masih berbeda-beda di tiap provinsi menyebabkan pembangunan negara sulit diwujudkan secara merata dan adil. Ditambah letak geografis yang luas dan cakupan wilayah perifer (jauh dari pusat) yang besar.

Di Jawa Tengah misalnya. Angka TFR di sana sudah di bawah rata-rata nasional. Namun berbeda ketika melihat TFR di Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua dan Sumatera Barat, kata Hasto mencontohkan.

Dalam pantauannya, beberapa pemicu kesenjangan TFR masih terjadi di lapangan ialah kondisi perekonomian sebagian masyarakat yang masih lemah dan tingkat pendidikan yang rendah.

Terkait dengan lingkup sosial budayanya, masih ada golongan masyarakat yang menjadikan hubungan seks sebagai rekreasi, akibat dari kemungkinan tidak adanya wadah hiburan lain yang bisa didapatkan.

“Di daerah perifer itu justru mereka jadi mempunyai banyak anak,” katanya.

Menurut Hasto, akses terhadap layanan kontrasepsi berperan dalam pengendalian penduduk tumbuh seimbang. Maka dari itu, BKKBN terus berupaya menembus daerah-daerah yang dengan TFR yang tinggi dengan hadir memberikan layanan kontrasepsi secara gratis seperti halnya ketika Hari Keluarga Nasional ke-30 Tahun 2023 yang dilaksanakan di Palembang, Sumatera Selatan tanggal 4-6 Juli 2023.

Dibukanya akses kontrasepsi itu diwujudkan melalui program Sejuta Akseptor yang menyasar masyarakat terutama di pedesaan yang membutuhkan layanan namun belum bisa terlayani dengan baik. Layanan itu, juga ditujukan agar TFR di daerah yang angkanya terlampau tinggi jadi menurun secara perlahan.

Pelayanan pengadaan alat kontrasepsi juga direalisasikan dengan bantuan pemerintah daerah terkait hingga TNI/Polri baik itu pelayanan KB metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) maupun non MKJP.

“Saya puas dengan 2,1 tapi yang bikin tidak puas karena tidak rata. Ada yang masih 2,5 ada 2,7 tapi ada juga yang sudah 1,9. Itu tidak rata, itu saja saya belum puas, meskipun kita sudah 2,1 yang terbaik itu harus merata,” katanya.

Baca juga: BKKBN: Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun alami kenaikan
Baca juga: BKKBN intervensi daerah yang miliki angka kelahiran tinggi
Baca juga: BKKBN: Anggaran layanan KB disediakan untuk turunkan angka kelahiran