ASEAN 2023
Menlu Indonesia tak berencana kunjungi Myanmar
14 Juli 2023 22:01 WIB
Bangku yang disediakan untuk negara Myanmar tidak diisi oleh perwakilan negaranya saat KTT ASEAN 2022 di Hotel Sokha, Phnom Penh, Kamboja, Jumat (11/11/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/aww/aa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, yang berperan sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar tahun ini, tidak berencana mengunjungi negara yang dilanda krisis politik itu dalam waktu dekat.
Menurut Staf Khusus Menlu RI untuk Isu Kawasan, Ngurah Swajaya, Indonesia akan mengunjungi Myanmar jika negara tersebut menunjukkan kemauannya untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin (5PC) yang telah disepakati oleh para pemimpin ASEAN untuk membantu penyelesaian krisis.
“Kalau mereka mau denounce violence (mengecam kekerasan), itu sudah kita anggap sebagai niat untuk mengimplementasikan 5PC. Atau kalau terjadi dialog, itu juga salah satu indikator,” kata Ngurah, menyebutkan kondisi yang disyaratkan Indonesia sebelum memutuskan mengunjungi Myanmar.
“Jadi, sebelum kita dapat kondisi itu, kita tidak akan bergerak ke sana,” ujar dia, yang ditemui di sela-sela Pertemuan ke-56 Menlu ASEAN di Jakarta, Jumat malam.
5PC menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.
Sejak Myanmar dilanda krisis politik dan ekonomi yang dipicu kudeta militer terhadap pemerintah terpilih negara itu pada 1 Februari 2021, belum ada satu pun utusan khusus ASEAN yang berhasil berkunjung ke Myanmar.
Menlu Brunei Darussalam dan Menlu Kamboja, yang menjalankan tugas sebagai utusan khusus sesuai masa keketuaan mereka di ASEAN pada 2021 dan 2023, urung mengunjungi Myanmar karena junta yang berkuasa tidak mengizinkan mereka bertemu dengan pemimpin yang digulingkan dan kini dipenjara, Aung San Suu Kyi.
Sebaliknya, Ngurah mengeklaim bahwa berdasarkan pendekatan yang dilakukan Indonesia dengan berbagai pihak di Myanmar, termasuk junta, Indonesia dipersilakan kapan pun ingin berkunjung.
“Tetapi kita tidak ingin hanya sekadar berkunjung, kita mau kunjungan itu membawa hasil yang konkret di lapangan,” tutur dia.
Alih-alih berkunjung, Indonesia lebih memprioritaskan dialog dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar guna membuka jalan menuju dialog nasional yang inklusif di Myanmar.
Selama hampir tujuh bulan kepemimpinannya di ASEAN, Indonesia telah melakukan sedikitnya 110 pendekatan dengan berbagai pihak, termasuk dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) bentukan oposisi junta dan Dewan Administrasi Negara (SAC) yang dibentuk militer, serta organisasi perlawanan etnis (EROs) dan masyarakat sipil Myanmar.
Ngurah menyatakan bahwa pendekatan yang dilakukan Indonesia didukung dan diapresiasi oleh semua negara anggota ASEAN maupun mitra wicara.
“Pendekatan yang kita lakukan benar-benar untuk membangun kepercayaan, menyatukan semua pemangku kepentingan untuk bertemu,” tutur dia.
Baca juga: Indonesia tanggapi pertemuan Menlu Thailand dan Suu Kyi
Baca juga: Indonesia tetap jalankan diplomasi senyap untuk tangani isu Myanmar
Menurut Staf Khusus Menlu RI untuk Isu Kawasan, Ngurah Swajaya, Indonesia akan mengunjungi Myanmar jika negara tersebut menunjukkan kemauannya untuk mengimplementasikan Konsensus Lima Poin (5PC) yang telah disepakati oleh para pemimpin ASEAN untuk membantu penyelesaian krisis.
“Kalau mereka mau denounce violence (mengecam kekerasan), itu sudah kita anggap sebagai niat untuk mengimplementasikan 5PC. Atau kalau terjadi dialog, itu juga salah satu indikator,” kata Ngurah, menyebutkan kondisi yang disyaratkan Indonesia sebelum memutuskan mengunjungi Myanmar.
“Jadi, sebelum kita dapat kondisi itu, kita tidak akan bergerak ke sana,” ujar dia, yang ditemui di sela-sela Pertemuan ke-56 Menlu ASEAN di Jakarta, Jumat malam.
5PC menyerukan penghentian kekerasan, dialog dengan semua pemangku kepentingan, menunjuk utusan khusus untuk memfasilitasi mediasi dan dialog, mengizinkan ASEAN untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga Myanmar, serta mengizinkan utusan khusus ASEAN untuk mengunjungi dan bertemu dengan pemangku kepentingan di Myanmar.
Sejak Myanmar dilanda krisis politik dan ekonomi yang dipicu kudeta militer terhadap pemerintah terpilih negara itu pada 1 Februari 2021, belum ada satu pun utusan khusus ASEAN yang berhasil berkunjung ke Myanmar.
Menlu Brunei Darussalam dan Menlu Kamboja, yang menjalankan tugas sebagai utusan khusus sesuai masa keketuaan mereka di ASEAN pada 2021 dan 2023, urung mengunjungi Myanmar karena junta yang berkuasa tidak mengizinkan mereka bertemu dengan pemimpin yang digulingkan dan kini dipenjara, Aung San Suu Kyi.
Sebaliknya, Ngurah mengeklaim bahwa berdasarkan pendekatan yang dilakukan Indonesia dengan berbagai pihak di Myanmar, termasuk junta, Indonesia dipersilakan kapan pun ingin berkunjung.
“Tetapi kita tidak ingin hanya sekadar berkunjung, kita mau kunjungan itu membawa hasil yang konkret di lapangan,” tutur dia.
Alih-alih berkunjung, Indonesia lebih memprioritaskan dialog dengan semua pemangku kepentingan di Myanmar guna membuka jalan menuju dialog nasional yang inklusif di Myanmar.
Selama hampir tujuh bulan kepemimpinannya di ASEAN, Indonesia telah melakukan sedikitnya 110 pendekatan dengan berbagai pihak, termasuk dengan Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) bentukan oposisi junta dan Dewan Administrasi Negara (SAC) yang dibentuk militer, serta organisasi perlawanan etnis (EROs) dan masyarakat sipil Myanmar.
Ngurah menyatakan bahwa pendekatan yang dilakukan Indonesia didukung dan diapresiasi oleh semua negara anggota ASEAN maupun mitra wicara.
“Pendekatan yang kita lakukan benar-benar untuk membangun kepercayaan, menyatukan semua pemangku kepentingan untuk bertemu,” tutur dia.
Baca juga: Indonesia tanggapi pertemuan Menlu Thailand dan Suu Kyi
Baca juga: Indonesia tetap jalankan diplomasi senyap untuk tangani isu Myanmar
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Anton Santoso
Copyright © ANTARA 2023
Tags: