Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai sebuah inovasi. "Pertama, jika penemuan tersebut sebelumnya belum ada, atau terdapat peningkatan pada temuannya," kata Direktur Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Kementerian/Lembaga, Masyarakat, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah BRIN Dadan Nugraha pada konferensi pers di Jakarta, Jumat.
Dadan menyebutkan syarat kedua yakni jika penemuannya diterapkan di masyarakat, maka dapat menimbulkan nilai dalam lingkup sosial dan lingkungan.

Dia mengatakan, proses sebuah penemuan untuk menjadi inovasi sangatlah panjang, karena inovasi harus memperhatikan manfaat dan akibat dari penemuan tersebut.

BRIN tidak membatasi penemuan jenis apapun untuk dikembangkan, selama penemuan tersebut dapat diuji secara ilmiah.

"Tentunya juga harus dapat dibuktikan dengan metodologi tertentu," ujarnya.

Selain itu, sambungnya, setiap penemuan memerlukan adanya sertifikasi dari regulator jika hendak dipasarkan, seperti halnya sertifikasi untuk penemuan obat di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Dia juga menyebutkan, proses atas hak kekayaan intelektual dibutuhkan, jika terdapat penemuan dengan menggunakan metodologi yang baru.

Menurutnya, tidak menutup kemungkinan masyarakat membutuhkan pendampingan dalam penyempurnaan penemuannya.

Selain itu, pendampingan perlu dilakukan agar klaim yang dilakukan oleh penemu dapat dibuktikan secara ilmiah, karena klaim harus dilakukan berbasis bukti, bukan hanya sekedar testimoni.

"Ini bukan prasangka, tapi kita ingin membuktikan dan meningkatkan temuan, sehingga layak dan dapat digunakan masyarakat luas," katanya.

Maka dari itu, BRIN hadir dalam mendampingi masyarakat yang memerlukan penyempurnaan dalam penemuannya.

Baca juga: BRIN belum mendapatkan unsur kebaruan teknologi dalam Nikuba
Baca juga: BRIN paparkan tahapan dalam melakukan riset
Baca juga: BRIN dukung inovasi masyarakat melalui fasilitasi inovasi akar rumput