"Konteks mental yang sehat adalah merasa nyaman, kalau perpustakaan sudah berhasil menyatukan jiwa pustakawan dan pemustaka (pengunjung), maka kesehatan mental itu bisa terbangun," kata Wiji pada diskusi yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Kamis.
Ia menegaskan, kunci kesehatan mental bisa terbangun di perpustakaan ada pada hubungan yang terjalin dengan baik antara pustakawan dan pemustaka, untuk menciptakan keterikatan antara keduanya sehingga terjalin harmoni.
"Kalau sudah merasa nyaman, maka baik pustakawan maupun pemustaka akan lebih kreatif, produktif, adaptif, bahkan kontributif," katanya.
Untuk itu, ia menekankan pentingnya kolaborasi empat pilar, yakni perpustakaan, pustakawan, pemustaka, dan pustaka.
Pertama, perpustakaan harus tampil semenarik mungkin.
Baca juga: Profesi pustakawan dinilai tetap relevan di era digital
"Jadi pustakawan itu juga harus memperhatikan penampilan, misalnya begitu masuk perpustakaan bertemu pustakawan yang rapi dan wangi, maka pemustaka pasti akan senang, dan mempengaruhi kesehatan mental mereka," tutur dia.
"Kalau bisa senyum juga menjadi pakaian sehari-hari pustakawan. Pustakawan seringkali dianggap sebagai petugas yang kurang ramah, ini perlu diubah paradigmanya, karena ini sangat berpengaruh pada psikologis pemustaka," imbuhnya.
Ketiga, kehadiran pemustaka yang memengaruhi suasana perpustakaan.
"Pemustaka ada juga yang datang begitu saja tanpa menyapa pustakawan, lalu misalnya berisik sehingga bisa mengganggu yang lain, ini harus dihindari, kalau bisa jalinlah komunikasi dengan pustakawan agar bisa mendapatkan informasi yang diinginkan, juga bisa membuat diri kita saling merasa nyaman," katanya.
Keempat, pustaka, yakni koleksi yang ada perpustakaan.
"Pustaka bukan hanya buku, sekarang konteksnya, semua jenis ilmu pengetahuan bisa dikelola perpustakaan sebagai koleksi pustaka. Inti pelayanan perpustakaan itu ilmu pengetahuan dan kontennya, sehingga pustakawan harus menguasai bagaimana agar konten tersebut sampai kepada pemustaka," ujar dia.
Ia menyebutkan, fungsi rekreasi di perpustakaan juga penting.
"Pustaka itu melihat dari Dewi Saraswati, yang di salah satu tangannya memegang alat musik harpa sebagai simbol keharmonisan atau rekreasi," katanya.
Menurut Wiji, rekreasi sebagai bagian dari pustaka, bisa membentuk jiwa seseorang menjadi tenang dan nyaman.
Baca juga: Perpusnas: Pustakawan harus bangga dengan profesinya
Baca juga: Indonesia, AS punya komitmen sama tingkatkan toleransi dan keberagaman