Ahli: Riwayat gizi buruk orang tua belum tentu picu anak stunting
13 Juli 2023 16:59 WIB
Tangkapan layar Dokter Spesialis Anak dan Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Novitria Dwinanda (bawah) dalam Siaran Radio Kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (13/7/2023). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Dokter Spesialis Anak dan Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Novitria Dwinanda mengatakan riwayat gizi buruk yang dimiliki orang tua ketika kecil belum tentu menyebabkan anak yang dikandung mengalami stunting.
“Anaknya belum tentu akan mengalami stunting atau gizi buruk seperti ibunya. Tapi sekarang ibunya harus benar-benar memonitor kesehatan anak dan ibunya sendiri dahulu,” kata Novitria dalam Siaran Radio Kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Novitria menuturkan anak yang terkena stunting sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan kebugaran ibu saat ini.
Meski pada masa kecil orang tua mengalami gizi buruk, kalau pada masa kini kedua orang tua, terutama ibu, rutin menjaga asupan gizinya sesuai kebutuhan tubuh dan rajin mengontrol kehamilannya di puskesmas atau rumah sakit, maka anak berpotensi terhindar dari stunting.
“Kalau sekarang kondisinya tidak gizi buruk, yang penting sehat bugar, lalu mengonsumsi makanan-makanan yang tepat. Nanti waktu kehamilannya dijaga, waktu anak lahir dimonitor berat badan dan asupannya itu bisa dipastikan, maka anaknya bisa normal. Jadi anaknya belum tentu stunting,” ujarnya.
Baca juga: Kurang gizi bisa jadi awal stunting hingga turunnya kecerdasan
Kalaupun anak dinyatakan oleh kader posyandu atau puskesmas terindikasi stunting, ia meminta setiap orang tua tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang tabu atau mempermalukan keluarga, hingga sang anak harus disembunyikan dari publik.
“Jangan denial (menolak). Di lapangan banyak orang tua bilang tidak apa-apa kalau anaknya pendek yang penting aktif. Sayangnya yang dilihat bukan aktifnya, tapi IQ-nya di masa depan. Jangan bilang takut memalukan keluarga, tapi kita harus menyelamatkan keluarga,” kata anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu.
Justru langkah awal yang harus orang tua lakukan setelah mengetahui kondisi sang anak adalah mengakuinya. Setelah itu segera temui dokter spesialis anak di rumah sakit terdekat untuk mendapatkan tata laksana sesuai dengan kondisinya.
Usai memberikan tata laksana, dokter spesialis anak akan menghitung kebutuhan kalori atau asupan protein sesuai takaran yang diperlukan tubuh anak. Para dokter juga mengukur kembali tinggi badan dan berat badan untuk memastikan perkembangan anak sesuai dengan usianya.
“Jadi tidak bisa dipukul rata bahwa pokoknya obati saja dengan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Itu tidak bisa karena harus dihitung berdasarkan (kebutuhan) setiap anak,” ujar Novitria yang bekerja di Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional itu.
Baca juga: Protein hewani penting hindarkan bayi dari stunting
Baca juga: IDAI tekankan banyak beri porsi makan tak jamin gizi anak terpenuhi
“Anaknya belum tentu akan mengalami stunting atau gizi buruk seperti ibunya. Tapi sekarang ibunya harus benar-benar memonitor kesehatan anak dan ibunya sendiri dahulu,” kata Novitria dalam Siaran Radio Kesehatan yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Novitria menuturkan anak yang terkena stunting sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan dan kebugaran ibu saat ini.
Meski pada masa kecil orang tua mengalami gizi buruk, kalau pada masa kini kedua orang tua, terutama ibu, rutin menjaga asupan gizinya sesuai kebutuhan tubuh dan rajin mengontrol kehamilannya di puskesmas atau rumah sakit, maka anak berpotensi terhindar dari stunting.
“Kalau sekarang kondisinya tidak gizi buruk, yang penting sehat bugar, lalu mengonsumsi makanan-makanan yang tepat. Nanti waktu kehamilannya dijaga, waktu anak lahir dimonitor berat badan dan asupannya itu bisa dipastikan, maka anaknya bisa normal. Jadi anaknya belum tentu stunting,” ujarnya.
Baca juga: Kurang gizi bisa jadi awal stunting hingga turunnya kecerdasan
Kalaupun anak dinyatakan oleh kader posyandu atau puskesmas terindikasi stunting, ia meminta setiap orang tua tidak menganggapnya sebagai suatu hal yang tabu atau mempermalukan keluarga, hingga sang anak harus disembunyikan dari publik.
“Jangan denial (menolak). Di lapangan banyak orang tua bilang tidak apa-apa kalau anaknya pendek yang penting aktif. Sayangnya yang dilihat bukan aktifnya, tapi IQ-nya di masa depan. Jangan bilang takut memalukan keluarga, tapi kita harus menyelamatkan keluarga,” kata anggota Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) itu.
Justru langkah awal yang harus orang tua lakukan setelah mengetahui kondisi sang anak adalah mengakuinya. Setelah itu segera temui dokter spesialis anak di rumah sakit terdekat untuk mendapatkan tata laksana sesuai dengan kondisinya.
Usai memberikan tata laksana, dokter spesialis anak akan menghitung kebutuhan kalori atau asupan protein sesuai takaran yang diperlukan tubuh anak. Para dokter juga mengukur kembali tinggi badan dan berat badan untuk memastikan perkembangan anak sesuai dengan usianya.
“Jadi tidak bisa dipukul rata bahwa pokoknya obati saja dengan Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Itu tidak bisa karena harus dihitung berdasarkan (kebutuhan) setiap anak,” ujar Novitria yang bekerja di Pusat Kesehatan Ibu dan Anak Nasional itu.
Baca juga: Protein hewani penting hindarkan bayi dari stunting
Baca juga: IDAI tekankan banyak beri porsi makan tak jamin gizi anak terpenuhi
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023
Tags: