Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi I DPR Muhammad Nadjib mengatakan pembelaan terhadap tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri merupakan tanggung jawab semua pihak, bukan hanya Kementerian Luar Negeri.

"Kemlu memiliki kewajiban untuk melakukan apapun demi membela seorang warga negara apapun profesinya, tetapi tidak berarti institusi lain boleh lepas tangan," kata Muhammad Nadjib di Jakarta, Kamis.

Apalagi, kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, telah disimpulkan bahwa sebagian besar masalah TKI di luar negeri bersumber dari tanah air sebelum mereka diberangkatkan. Karena itu, permasalahan di dalam negeri sebelum berangkat harus diselesaikan hingga tuntas.

Untuk permasalahan TKI yang sudah ada di luar negeri, Nadjib mengatakan Kemlu harus melakukan diplomasi politik dan ekonomi, termasuk menyangkut investasi, perdagangan dan pariwisata.

"Dengan beruntunnya ancaman hukuman mati maka masalah politik dan ekonomi yang juga menjadi tugas diplomasi Kemlu di luar negeri bisa mandul atau terbengkalai," tuturnya.

Apalagi, kata dia, ada tren diyat atau tebusan terhadap masalah TKI di Timur Tengah, sebagaimana yang dialami Satinah sebesar Rp10 miliar. Bila hal itu terus menerus terjadi, maka hal itu akan menguras APBN Indonesia.

"Mengapa masalah ini tidak dimasukkan sebagai bagian dari asuransi dimana setiap TKI yang akan berangkat harus membayarnya?" tanyanya.

Namun, lebih dari masalah uang tebusan itu, Nadjib mengatakan masalah harga diri dan martabat bangsa menjadi taruhan juga harus dikedepankan.

Menurut Nadjib, bukan tidak mungkin masalah TKI membuat para diplomat Indonesia tidak percaya diri dan ragu-ragu dalam menghadapi diplomat negara lain.

"Setelah Sumiati kemudian Darsem kini Satinah terancam hukuman mati di Arab Saudi. Ada 38 TKI lainnya yang mengalami nasib serupa dan kini antre menunggu mukjizat untuk bisa menghirup udara bebas," katanya.

Nadjib mengatakan setiap mendengar berita mengenai derita TKI di negeri orang, seluruh anak bangsa pasti akan muncul perasaan marah, malu tetapi sekaligus tak berdaya.

"Sampai kapan cerita memilukan seperti ini akan terus mengganggu rasa kemanusiaan kita sekaligus mencoreng martabat dan harga diri sebagai negara dan bangsa yang besar," katanya.(*)