Jakarta (ANTARA) - Chief Economist & Investment Strategist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Katarina Setiawan menyebut Bank Indonesia masih memiliki ruang untuk mempertahankan suku bunga acuan yang saat ini sebesar 5,75 persen.

“Tingkat inflasi terus melandai, nilai tukar Rupiah tetap pada level yang terjaga, serta surplus neraca perdagangan dan arus dana asing ke pasar finansial Indonesia menjadi faktor pendukung bagi BI untuk mempertahankan suku bunga,” kata Katarina dalam keterangan resmi, Kamis.

Walaupun demikian, pelemahan kinerja perdagangan Indonesia atau perubahan selera investasi asing ke pasar finansial Indonesia dapat menjadi faktor yang dapat mengubah kebijakan BI yang mengatakan akan berfokus menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

Baca juga: Rupiah menguat karena suku bunga acuan BI sesuai ekspektasi pasar

Ia juga memandang ekonomi Indonesia akan menjadi lebih baik di semester II 2023, setelah inflasi yang terkendali pada paruh pertama 2023 menjadi katalis positif bagi perekonomian.

“Ke depannya, kami melihat terdapat potensi katalis bagi ekonomi dari belanja pemerintah yang dapat dimaksimalkan, dan dampak positif dari periode menjelang periode pemilu 2024,” katanya.

Ia juga memandang pemulihan ekonomi domestik dengan nilai PMI manufaktur yang berada di level 52,5 pada Juni 2023 juga dapat menopang pertumbuhan ekonomi dan memitigasi dampak pelemahan permintaan global.

Dengan konsumsi domestik yang masih kuat, Indonesia juga menjadi salah satu negara yang membuat investor asing masih tertarik berinvestasi di Asia, dan tidak hanya berfokus pada China.

“Kami melihat investor asing melakukan pemilihan investasi dengan lebih selektif, memilih negara yang memiliki kondisi konsumsi domestik kuat, kebijakan suku bunga sudah mendekati puncak, atau memiliki peranan di rantai pasok teknologi dunia,” katanya.

Baca juga: IHSG ditutup melemah di tengah BI tahan suku bunga acuan