Jakarta (ANTARA News) - Atlet binaraga kelas 70kg asal Sumatera Barat, Iwan Samurai, harus kehilangan gelar juaranya sebagai peraih medali emas PON 2012 setelah hasil pemeriksaan urine membuktikan ia mengkonsumsi zat terlarang atau doping untuk menunjang performanya.

Iwan yang dianggap melanggar peraturan antidoping pasal 2 butir 1, juga dilarang ikut dalam segala turnamen olah raga selama dua tahun terhitung sejak 4 maret 2013, kata Ketua Dewan Disiplin Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI), Cahyo Adi, di Jakarta Rabu.

"Iwan Samurai terbukti melanggar peraturan antidoping yang dilakukan saat event berlangsung," katanya.

Sementara itu, menurut Sekretaris Dewan Anti Doping Kemenpora Nyoman Winata, dari sampel urine Iwan ditemukan zat golongan diuretic atau furosemide yang masuk dalam daftar terlarang code-anti doping S5.

"Obat tersebut digunakan untuk menghapus jejak penggunaan doping dengan cara diminum," jelasnya.

Dari 10.000 atlet peserta, Pengurus Besar PON 2012 memeriksa 781 atlet yang meraih medali emas. Sampel urine mereka diperiksa di laboratorium medis Badan Antidoping Asia tenggara, Mahidol, di Bangkok, Thailand karena Indonesia belum memiliki laboratorium yang terakreditasi. Dari ratusan sampel itu, ada lima botol sampel yang rusak selama pengiriman.

Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan lima bulan setelah penyelenggaraan PON September 2012 lalu, terdapat delapan sampel yang hasilnya positif doping.

Selain Iwan, enam atlet lainnya yang positif, namun mereka mengajukan banding menolak hasil pemeriksaan. Maka dari sampel atlet-atlet yang berasal dari balap sepeda, judo, wushu, dan dayung itu dilakukan pemeriksaan ulang dari sampel B dengan biaya sendiri.

Satu lagi masih dianalisis karena temuannya tidak wajar, apakah itu zat dari luar atau hormon pertumbuhan. Untuk kasus ini, pengujian ulang menggunakan sampel B dibiayai Kemenpora.

"Diharapkan hasilnya akan keluar dua pekan ini. Kalau hasilnya negatif kasus hilang tetapi kalau positif kita nyatakan bahwa atlet tersebut melakukan pelanggaran. Namun mereka masih diberi kesempatan untuk melakukan hearing atau rapat dengar," jelas cahyo.