Kemenkes: Buku KIA permudah faskes deteksi dini anak obesitas
11 Juli 2023 19:57 WIB
Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Lovely Daisy dalam Konferensi Pers: Situasi Terkini Obesitas di Indonesia di Jakarta, Selasa (11/7/2023). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dapat mempermudah fasilitas kesehatan melakukan deteksi dini kepada anak-anak yang masuk dalam kategori obesitas.
“Kita penting melakukan pemantauan pertumbuhan pada anak. Jadi kalau kita lakukan secara teratur, bisa kita deteksi secara dini dari risiko menjadi obesitas. Untuk balita ditimbang setiap bulan, kalau lebih dari plus 1 standar defiasi, itu sudah kelebihan berat badan,” kata Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Lovely Daisy dalam Konferensi Pers: Situasi Terkini Obesitas di Indonesia di Jakarta, Selasa.
Daisy menekankan bahwa pengukuran tumbuh kembang anak setiap bulan menjadi hal yang amat penting dalam mendeteksi gangguan atau anomali dalam pertumbuhannya. Dalam hal ini, orang tua ditekankan supaya rutin membawa anak diperiksa ke posyandu sesuai waktu yang ditentukan.
Di sana, anak akan mendapatkan pemeriksaan antropometri yang mencakup penimbangan berat badan, pengukuran panjang badan atau tinggi badan, lingkar lengan atas dan lingkar kepala yang dicatat serta diplot dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) dalam buku KIA.
Hasil pengukuran akan didata oleh para kader dengan menggunakan ceklist (tanda centang) perkembangan sesuai usia dalam buku KIA. Pendataan sangat bermanfaat untuk menginterpretasikan hasil pemantauan tumbuh kembang anak, supaya bisa memberikan penjelasan mendetail pada orang tua.
Bila ada balita yang terindikasi memiliki berat badan lebih, maka kader posyandu biasanya akan segera memberikan surat rujukan ke puskesmas guna dikonfirmasi status gizinya serta diberikan tata laksana masalah gizi dan penyakit penyerta.
Baca juga: Kemenkes: BPJS tanggung biaya rawat pasien obesitas tanpa komorbid
“Setelah ditemukan kita perlu konfirmasi status gizi di puskesmas. Kalau di posyandu itu kan pengukuran dilakukan oleh kader, untuk menentukan status gizi itu dilakukan puskesmas. Itu akan ditemukan apakah balita ada risiko gizi lebih atau obesitas,” katanya.
Lewat buku KIA, Daisy menambahkan orang tua akan mendapatkan edukasi atau konseling sesuai kebutuhan anak. Di samping itu, para kader posyandu juga bisa memberikan media edukasi lainnya baik melalui leaflet, poster maupun lembar balik.
Daisy berharap tidak ada orang tua yang menyepelekan pemeriksaan di posyandu, supaya tiap anak yang berisiko mengalami masalah gizi dan perkembangan bisa segera dirujuk dan diberikan penanganan.
Ia mengingatkan bahwa kondisi kesehatan seseorang amat dipengaruhi oleh empat faktor yakni perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik. Penanganan obesitas akan lebih efektif jika dilakukan sejak dini, sehingga diharapkan orang tua sudah menerapkan pola hidup sehat yang dapat dicontoh oleh anak-anaknya di kemudian hari.
“Jadi orang tua (melalui buku KIA) juga bisa melihat pertumbuhan anak-anaknya apakah sudah sesuai normal, kurang atau lebih. Kalau ada masalah dengan gizi atau perkembangan nanti langsung dilakukan intervensi penanganan,” ucapnya.
Baca juga: Atasi obesitas anak, Kemenkes tingkatkan partisipasi UKS
Baca juga: Kemenkes: Kasus obesitas anak naik bukan karena fokus pada stunting
Baca juga: PAPDI: Obesitas punya 4 klasifikasi dengan dampak berbeda
“Kita penting melakukan pemantauan pertumbuhan pada anak. Jadi kalau kita lakukan secara teratur, bisa kita deteksi secara dini dari risiko menjadi obesitas. Untuk balita ditimbang setiap bulan, kalau lebih dari plus 1 standar defiasi, itu sudah kelebihan berat badan,” kata Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Lovely Daisy dalam Konferensi Pers: Situasi Terkini Obesitas di Indonesia di Jakarta, Selasa.
Daisy menekankan bahwa pengukuran tumbuh kembang anak setiap bulan menjadi hal yang amat penting dalam mendeteksi gangguan atau anomali dalam pertumbuhannya. Dalam hal ini, orang tua ditekankan supaya rutin membawa anak diperiksa ke posyandu sesuai waktu yang ditentukan.
Di sana, anak akan mendapatkan pemeriksaan antropometri yang mencakup penimbangan berat badan, pengukuran panjang badan atau tinggi badan, lingkar lengan atas dan lingkar kepala yang dicatat serta diplot dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) dalam buku KIA.
Hasil pengukuran akan didata oleh para kader dengan menggunakan ceklist (tanda centang) perkembangan sesuai usia dalam buku KIA. Pendataan sangat bermanfaat untuk menginterpretasikan hasil pemantauan tumbuh kembang anak, supaya bisa memberikan penjelasan mendetail pada orang tua.
Bila ada balita yang terindikasi memiliki berat badan lebih, maka kader posyandu biasanya akan segera memberikan surat rujukan ke puskesmas guna dikonfirmasi status gizinya serta diberikan tata laksana masalah gizi dan penyakit penyerta.
Baca juga: Kemenkes: BPJS tanggung biaya rawat pasien obesitas tanpa komorbid
“Setelah ditemukan kita perlu konfirmasi status gizi di puskesmas. Kalau di posyandu itu kan pengukuran dilakukan oleh kader, untuk menentukan status gizi itu dilakukan puskesmas. Itu akan ditemukan apakah balita ada risiko gizi lebih atau obesitas,” katanya.
Lewat buku KIA, Daisy menambahkan orang tua akan mendapatkan edukasi atau konseling sesuai kebutuhan anak. Di samping itu, para kader posyandu juga bisa memberikan media edukasi lainnya baik melalui leaflet, poster maupun lembar balik.
Daisy berharap tidak ada orang tua yang menyepelekan pemeriksaan di posyandu, supaya tiap anak yang berisiko mengalami masalah gizi dan perkembangan bisa segera dirujuk dan diberikan penanganan.
Ia mengingatkan bahwa kondisi kesehatan seseorang amat dipengaruhi oleh empat faktor yakni perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik. Penanganan obesitas akan lebih efektif jika dilakukan sejak dini, sehingga diharapkan orang tua sudah menerapkan pola hidup sehat yang dapat dicontoh oleh anak-anaknya di kemudian hari.
“Jadi orang tua (melalui buku KIA) juga bisa melihat pertumbuhan anak-anaknya apakah sudah sesuai normal, kurang atau lebih. Kalau ada masalah dengan gizi atau perkembangan nanti langsung dilakukan intervensi penanganan,” ucapnya.
Baca juga: Atasi obesitas anak, Kemenkes tingkatkan partisipasi UKS
Baca juga: Kemenkes: Kasus obesitas anak naik bukan karena fokus pada stunting
Baca juga: PAPDI: Obesitas punya 4 klasifikasi dengan dampak berbeda
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2023
Tags: