Kemenkes: Kasus obesitas anak naik bukan karena fokus pada stunting
11 Juli 2023 17:08 WIB
Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes, Lovely Daisy usai Konferensi Pers: Situasi Terkini Obesitas di Indonesia di Jakarta, Selasa (11/7/2023). (FOTO ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menekankan bahwa kasus obesitas usia anak yang terpantau naik selama beberapa dekade terakhir, bukan disebabkan karena pemerintah terlalu fokus pada penanganan menurunkan angka prevalensi stunting.
“Sebenarnya pemantauan di posyandu itu sama semua, mulai dari berat badan kurang atau lebih, itu semua dipantau untuk mendeteksi (secara dini),” kata Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Lovely Daisy usai Konferensi Pers: Situasi Terkini Obesitas di Indonesia di Jakarta, Selasa.
Daisy menuturkan berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia tahun 2022, jumlah balita yang kelebihan berat badan (overweight) mencapai 3,5 persen.
Dari data Kemenkes RI lainnya, diketahui bila jumlah anak usia 5-19 tahun yang mengalami obesitas meningkat 10 kali selama empat dekade. Pada tahun 1975 jumlah anak obesitas ada 11 juta jiwa, sedangkan di tahun 2016 anak yang obesitas ada 123 juta jiwa, sedangkan 213 juta lainnya mengalami gizi lebih.
Naiknya jumlah itu disebabkan oleh pengaturan konsumsi pola makan yang saat ini lebih banyak mengandung gula, garam dan lemak (GGL) berlebih, kurangnya melakukan aktivitas fisik karena lebih suka bermain gawai dan komputer hingga adanya penerapan pola asuh dalam keluarga yang kurang teredukasi untuk menyediakan makanan bergizi seimbang.
Ia menekankan pemerintah selalu memperhatikan kesehatan seluruh masyarakat tanpa membedakan kondisi kesehatan yang berkaitan dengan status gizinya. Meski pemerintah saat ini menjadikan percepatan penurunan stunting sebagai salah satu program prioritas, Kemenkes RI terus berupaya memantau perkembangan obesitas mulai dari tingkat sekolah dan posyandu.
Di posyandu, pemantauan tumbuh kembang bayi semua dilakukan lewat pengukuran tinggi badan dan berat badan secara berkala, yang hasilnya akan dimasukkan ke dalam buku kesehatan ibu dan anak (KIA).
Bila grafik dalam buku KIA menunjukkan anak mengalami obesitas, para kader yang mencatat akan segera memberikan edukasi seperti mengelola makanan bergizi bagi anak atau aktivitas ringan yang bisa mengembalikan berat badan anak menjadi normal. Hal yang sama, juga dilakukan pada penanganan stunting.
Kemudian terkait penanganan di sekolah, Kemenkes RI telah menggerakkan usaha kesehatan sekolah (UKS) untuk memberikan pembinaan pada pengelola kantin, termasuk makanan yang dijual di sekitar area sekolah untuk menjaga kebersihan makanan dan kandungan gizi yang baik bagi anak.
“Itu termasuk ke dalam salah satu Trias UKS pembinaan lingkungan dan itu sudah berjalan, cuma memang tidak semua berjalan dengan baik,” katanya.
Baca juga: Puskesmas dan RS DKI diminta rutin mendata anak berpotensi obesitas
Baca juga: Anak lelaki kelebihan berat badan berisiko infertil kala dewasa
Baca juga: Bisakah Ibu turunkan kegemukan pada anak? Ini kata penelitian
“Sebenarnya pemantauan di posyandu itu sama semua, mulai dari berat badan kurang atau lebih, itu semua dipantau untuk mendeteksi (secara dini),” kata Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes Lovely Daisy usai Konferensi Pers: Situasi Terkini Obesitas di Indonesia di Jakarta, Selasa.
Daisy menuturkan berdasarkan hasil studi status gizi Indonesia tahun 2022, jumlah balita yang kelebihan berat badan (overweight) mencapai 3,5 persen.
Dari data Kemenkes RI lainnya, diketahui bila jumlah anak usia 5-19 tahun yang mengalami obesitas meningkat 10 kali selama empat dekade. Pada tahun 1975 jumlah anak obesitas ada 11 juta jiwa, sedangkan di tahun 2016 anak yang obesitas ada 123 juta jiwa, sedangkan 213 juta lainnya mengalami gizi lebih.
Naiknya jumlah itu disebabkan oleh pengaturan konsumsi pola makan yang saat ini lebih banyak mengandung gula, garam dan lemak (GGL) berlebih, kurangnya melakukan aktivitas fisik karena lebih suka bermain gawai dan komputer hingga adanya penerapan pola asuh dalam keluarga yang kurang teredukasi untuk menyediakan makanan bergizi seimbang.
Ia menekankan pemerintah selalu memperhatikan kesehatan seluruh masyarakat tanpa membedakan kondisi kesehatan yang berkaitan dengan status gizinya. Meski pemerintah saat ini menjadikan percepatan penurunan stunting sebagai salah satu program prioritas, Kemenkes RI terus berupaya memantau perkembangan obesitas mulai dari tingkat sekolah dan posyandu.
Di posyandu, pemantauan tumbuh kembang bayi semua dilakukan lewat pengukuran tinggi badan dan berat badan secara berkala, yang hasilnya akan dimasukkan ke dalam buku kesehatan ibu dan anak (KIA).
Bila grafik dalam buku KIA menunjukkan anak mengalami obesitas, para kader yang mencatat akan segera memberikan edukasi seperti mengelola makanan bergizi bagi anak atau aktivitas ringan yang bisa mengembalikan berat badan anak menjadi normal. Hal yang sama, juga dilakukan pada penanganan stunting.
Kemudian terkait penanganan di sekolah, Kemenkes RI telah menggerakkan usaha kesehatan sekolah (UKS) untuk memberikan pembinaan pada pengelola kantin, termasuk makanan yang dijual di sekitar area sekolah untuk menjaga kebersihan makanan dan kandungan gizi yang baik bagi anak.
“Itu termasuk ke dalam salah satu Trias UKS pembinaan lingkungan dan itu sudah berjalan, cuma memang tidak semua berjalan dengan baik,” katanya.
Baca juga: Puskesmas dan RS DKI diminta rutin mendata anak berpotensi obesitas
Baca juga: Anak lelaki kelebihan berat badan berisiko infertil kala dewasa
Baca juga: Bisakah Ibu turunkan kegemukan pada anak? Ini kata penelitian
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023
Tags: