BMKG sebut massa udara basah picu hujan saat periode kemarau di Bali
11 Juli 2023 15:00 WIB
Sejumlah warga mengamati kondisi jembatan yang putus di wilayah Dusun Apet, Desa Selat, Klungkung, Bali, Sabtu (8/7/2023). ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/nz
Denpasar (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar menyatakan konsentrasi massa udara basah menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya hujan saat periode musim kemarau di Bali.
“Sekarang ini musimnya kemarau dan ada potensi dampak El Nino seperti pada dasarian pertama 1-10 (Juli) itu gangguan sebentar saja,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar I Nyoman Gede Wiryajaya di Denpasar, Bali, Selasa.
Massa udara basah itu terkonsentrasi dari lapisan permukaan hingga lapisan 700 milibar atau 3.000 meter.
Dia menjelaskan massa udara yang basah itu disebabkan di antaranya oleh penguapan dan kelembaban udara tinggi.
Selain massa udara basah, faktor meteorologis lain yang mendorong terjadinya hujan, yakni adanya pola pertemuan angin atau konfluensi di Samudera Hindia selatan Bali-NTB, yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah Bali.
Selain itu, masuknya udara kering dari bumi belahan selatan mampu mengangkat massa udara di depan batas intrusi menjadi lebih hangat dan lembab termasuk wilayah Bali dan suhu muka laut di sekitar wilayah Bali mencapai 26-30 derajat celcius.
Baca juga: BMKG : Hujan berpeluang turun di Bali saat puncak kemarau
Baca juga: BMKG ajak masyarakat Bali hemat air antisipasi kemarau
Ada pun pada pengamatan BMKG hingga 20 Juni 2023 seluruh wilayah di Bali yang terbagi dalam 20 zona musim (ZOM), seluruhnya sudah memasuki kemarau.
Namun pada 1-10 Juli 2023, sebagian besar wilayah di Bali turun hujan berkelanjutan dengan distribusi curah hujan diperkirakan mencapai nol hingga 846 milimeter atau masuk kategori sangat tinggi/ekstrem.
Ada pun beberapa wilayah yang mengalami curah hujan ekstrem, yakni di atas batas 150 milimeter per hari yakni di Sulahan, Kabupaten Bangli mencapai 260 milimeter dan di Negara, Kabupaten Jembrana 177 milimeter.
Sedangkan BMKG memperkirakan pada 11-20 Juli 2023 sejumlah wilayah di Bali masih berpeluang terjadi hujan di atas 50 milimeter yakni di Kabupaten Tabanan, Gianyar, Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Banjarangkan, Klungkung, Dawan, Bangli, Susut, Tembuku, Rendang, Selat, Sidemen, Manggis, Bebandem, Karangasem dan Abang.
Pihaknya juga memperkirakan El Nino yang sudah terjadi tapi masih dalam intensitas lemah dengan nilai 0,86 pada Juni 2023.
“Nanti begitu di angka satu ke atas itu sudah mulai intensitas moderat, kalau sudah mulai tinggi itu kering,” imbuhnya.
BMKG memperkirakan intensitas El Nino lemah hingga moderat pada semester II-2023.
Ada pun rinciannya, kondisi El Nino diperkirakan mencapai 1,01 pada periode Juni Juli Agustus (JJA) 2023 kemudian meningkat lagi pada periode Juli Agustus September 2023 (JAS) dan Agustus September Oktober (ASO) mencapai 1,10.
Kemudian diperkirakan berangsur menurun hingga November Desember Januari (NDJ) mencapai 0,92.
Baca juga: BMKG: Hanya satu zona wilayah di Bali belum kemarau
Baca juga: BMKG petakan wilayah potensi kekeringan dan kebakaran hutan di Bali
“Sekarang ini musimnya kemarau dan ada potensi dampak El Nino seperti pada dasarian pertama 1-10 (Juli) itu gangguan sebentar saja,” kata Koordinator Bidang Data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar I Nyoman Gede Wiryajaya di Denpasar, Bali, Selasa.
Massa udara basah itu terkonsentrasi dari lapisan permukaan hingga lapisan 700 milibar atau 3.000 meter.
Dia menjelaskan massa udara yang basah itu disebabkan di antaranya oleh penguapan dan kelembaban udara tinggi.
Selain massa udara basah, faktor meteorologis lain yang mendorong terjadinya hujan, yakni adanya pola pertemuan angin atau konfluensi di Samudera Hindia selatan Bali-NTB, yang mendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah Bali.
Selain itu, masuknya udara kering dari bumi belahan selatan mampu mengangkat massa udara di depan batas intrusi menjadi lebih hangat dan lembab termasuk wilayah Bali dan suhu muka laut di sekitar wilayah Bali mencapai 26-30 derajat celcius.
Baca juga: BMKG : Hujan berpeluang turun di Bali saat puncak kemarau
Baca juga: BMKG ajak masyarakat Bali hemat air antisipasi kemarau
Ada pun pada pengamatan BMKG hingga 20 Juni 2023 seluruh wilayah di Bali yang terbagi dalam 20 zona musim (ZOM), seluruhnya sudah memasuki kemarau.
Namun pada 1-10 Juli 2023, sebagian besar wilayah di Bali turun hujan berkelanjutan dengan distribusi curah hujan diperkirakan mencapai nol hingga 846 milimeter atau masuk kategori sangat tinggi/ekstrem.
Ada pun beberapa wilayah yang mengalami curah hujan ekstrem, yakni di atas batas 150 milimeter per hari yakni di Sulahan, Kabupaten Bangli mencapai 260 milimeter dan di Negara, Kabupaten Jembrana 177 milimeter.
Sedangkan BMKG memperkirakan pada 11-20 Juli 2023 sejumlah wilayah di Bali masih berpeluang terjadi hujan di atas 50 milimeter yakni di Kabupaten Tabanan, Gianyar, Kecamatan Petang, Abiansemal, Mengwi, Banjarangkan, Klungkung, Dawan, Bangli, Susut, Tembuku, Rendang, Selat, Sidemen, Manggis, Bebandem, Karangasem dan Abang.
Pihaknya juga memperkirakan El Nino yang sudah terjadi tapi masih dalam intensitas lemah dengan nilai 0,86 pada Juni 2023.
“Nanti begitu di angka satu ke atas itu sudah mulai intensitas moderat, kalau sudah mulai tinggi itu kering,” imbuhnya.
BMKG memperkirakan intensitas El Nino lemah hingga moderat pada semester II-2023.
Ada pun rinciannya, kondisi El Nino diperkirakan mencapai 1,01 pada periode Juni Juli Agustus (JJA) 2023 kemudian meningkat lagi pada periode Juli Agustus September 2023 (JAS) dan Agustus September Oktober (ASO) mencapai 1,10.
Kemudian diperkirakan berangsur menurun hingga November Desember Januari (NDJ) mencapai 0,92.
Baca juga: BMKG: Hanya satu zona wilayah di Bali belum kemarau
Baca juga: BMKG petakan wilayah potensi kekeringan dan kebakaran hutan di Bali
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023
Tags: