Menkeu: Penerimaan bea dan cukai semester I terkontraksi 18,8 persen
10 Juli 2023 22:13 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri) dan Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara (kanan) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7/2023). Raker tersebut membahas penyampaian pokok-pokok laporan realisasi semester I dan prognosis semester II APBN tahun anggaran 2023 serta pembentukan panja perumusan kesimpulan. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/foc.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan penerimaan kepabeanan dan cukai terkontraksi sebesar 18,8 persen pada semester I-2023, yakni menjadi Rp135,4 triliun dari Rp166,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Menurut Menkeu, salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan bea dan cukai menurun adalah adanya penurunan produksi hasil tembakau
“Cukai mengalami penurunan produksi cukup signifikan di 2023 ini. Hingga pertengahan tahun, produksi cukai 139,4 miliar batang. Ini menurun tajam dibandingkan tahun lalu 147 miliar batang dan 2021 sebesar 151 juta miliar batang,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta, Senin.
Padahal, sambung Menkeu, sebelumnya penerimaan cukai tumbuh tinggi selama dua tahun berturut-turut, yakni tumbuh 21,2 persen pada 2021 dan 32,1 persen pada 2022.
Baca juga: Menkeu: Belanja negara untuk masyarakat capai Rp492 triliun
Pada semester I-2021, penerimaan cukai tercatat sebesar Rp91,3 triliun. Kemudian naik menjadi Rp120,6 triliun pada semester I-2022. Sementara penerimaan cukai pada semester I-2023 tercatat sebesar Rp105,9 triliun, turun 12,2 persen.
Faktor berikutnya yang menyebabkan penurunan bea dan cukai adalah realisasi bea keluar yang terkontraksi hingga 77 persen. Realisasi bea keluar pada semester I-2022 tercatat sebesar Rp23,1 triliun, kemudian turun drastis ke Rp5,3 triliun pada semester I-2023.
Bendahara Negara menjelaskan penurunan bea keluar disebabkan oleh harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang lebih rendah serta turunnya volume ekspor tembaga dan bauksit akibat hilirisasi sumber daya alam (SDA).
“Bahkan, ada beberapa yang sempat mengalami larangan ekspor. Ini yang menyebabkan bea keluar kemudian mengalami penurunan dari sisi penerimaan,” jelas Sri Mulyani.
Kendati cukai dan bea keluar menurun, bea masuk mencatatkan peningkatan pada semester I-2023 sebesar 4,6 persen. Pada semester I-2022, bea masuk tercatat Rp23,1 triliun, kemudian naik menjadi Rp24,2 triliun pada semester I tahun ini.
Peningkatan bea masuk ditopang oleh fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS serta kenaikan tarif efektif bea masuk.
Baca juga: Menkeu: Realisasi pembiayaan utang turun 15,4 persen pada semester I
Menurut Menkeu, salah satu faktor yang menyebabkan penerimaan bea dan cukai menurun adalah adanya penurunan produksi hasil tembakau
“Cukai mengalami penurunan produksi cukup signifikan di 2023 ini. Hingga pertengahan tahun, produksi cukai 139,4 miliar batang. Ini menurun tajam dibandingkan tahun lalu 147 miliar batang dan 2021 sebesar 151 juta miliar batang,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Jakarta, Senin.
Padahal, sambung Menkeu, sebelumnya penerimaan cukai tumbuh tinggi selama dua tahun berturut-turut, yakni tumbuh 21,2 persen pada 2021 dan 32,1 persen pada 2022.
Baca juga: Menkeu: Belanja negara untuk masyarakat capai Rp492 triliun
Pada semester I-2021, penerimaan cukai tercatat sebesar Rp91,3 triliun. Kemudian naik menjadi Rp120,6 triliun pada semester I-2022. Sementara penerimaan cukai pada semester I-2023 tercatat sebesar Rp105,9 triliun, turun 12,2 persen.
Faktor berikutnya yang menyebabkan penurunan bea dan cukai adalah realisasi bea keluar yang terkontraksi hingga 77 persen. Realisasi bea keluar pada semester I-2022 tercatat sebesar Rp23,1 triliun, kemudian turun drastis ke Rp5,3 triliun pada semester I-2023.
Bendahara Negara menjelaskan penurunan bea keluar disebabkan oleh harga minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) yang lebih rendah serta turunnya volume ekspor tembaga dan bauksit akibat hilirisasi sumber daya alam (SDA).
“Bahkan, ada beberapa yang sempat mengalami larangan ekspor. Ini yang menyebabkan bea keluar kemudian mengalami penurunan dari sisi penerimaan,” jelas Sri Mulyani.
Kendati cukai dan bea keluar menurun, bea masuk mencatatkan peningkatan pada semester I-2023 sebesar 4,6 persen. Pada semester I-2022, bea masuk tercatat Rp23,1 triliun, kemudian naik menjadi Rp24,2 triliun pada semester I tahun ini.
Peningkatan bea masuk ditopang oleh fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS serta kenaikan tarif efektif bea masuk.
Baca juga: Menkeu: Realisasi pembiayaan utang turun 15,4 persen pada semester I
Pewarta: Imamatul Silfia
Editor: Adi Lazuardi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: