Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) meminta seluruh lapisan masyarakat untuk mewaspadai empat tipe penyakit antraks yang bisa menular kepada manusia melalui luka pada tubuh atau hewan pemakan sayuran (herbivora).

“Antraks merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri Bacillus Anthracis. Jadi, ada empat tipe antraks (yang perlu diwaspadai) terutama antraks kulit (cutaneous),” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI Imran Pambudi dalam Siaran Sehat yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Imran menjelaskan bahwa tipe bakteri antraks yang pertama adalah antraks kulit. Ketika spora pada tipe ini masuk ke dalam kulit, biasanya melalui sayatan atau luka lecet. Tipe ini menjadi penyebab kasus terbanyak di Indonesia.

Baca juga: Kemenkes tingkatkan kewaspadaan faskes atasi sebaran spora antraks

Tipe yang kedua adalah antraks paru-paru atau pernapasan. Ketika spora antraks terhisap melalui partikel pernapasan dan mencapai dinding alveoli, maka orang yang terinfeksi akan merasakan sensasi melepuh dalam paru-parunya.

“Yang bahaya adalah antraks pernapasan dan itu bisa hitungan mungkin dalam sehari, dua hari karena kerusakannya bisa cepat dan kalau masuk paru-paru itu bisa langsung masuk ke otak juga,” katanya.

Tipe ketiga adalah antraks pada saluran pencernaan. Bakteri masuk melalui saluran cerna saat penderita memakan daging dari hewan yang tertular dan tidak dimasak dengan sempurna. Akibatnya, spora yang bisa menempel selama puluhan tahun ikut masuk ke dalam tubuh.

“Itu gejalanya ada anus darah, muntah darah, kemudian ada pembengkakan kelenjar di pangkal paha. Itu menandakan ada infeksi, kemudian kalau sudah parah nantinya ususnya bocor, maka terjadi pendarahan dan perutnya jadi kembung,” ucapnya.

Baca juga: Kemenkes ungkap kronologi antraks di Gunung Kidul

Sementara tipe terakhir yakni antraks injeksi, jenis baru ini menyerupai antraks kulit, namun biasanya ditemukan pada pengguna narkotika.

Dengan adanya penemuan kasus di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa waktu lalu, Imran meminta masyarakat memahami bahwa antraks umumnya menyerang hewan herbivora seperti sapi, kambing, dan domba serta dapat menular ke manusia.

"Apabila bakteri terjadi kontak dengan udara bebas, maka akan membentuk spora yang sangat resisten terhadap kondisi lingkungan atau bahan kimia tertentu. Selain itu, antraks bisa bertahan hingga puluhan tahun di dalam tanah," katanya.

Dengan kekuatannya yang sulit untuk dihancurkan itu, Imran khawatir jika masyarakat sembarang memakan atau melakukan kontak erat dengan hewan yang terinfeksi antraks dapat memperluas penularan wabah.

Baca juga: Tanggulangi antraks di Gunungkidul, Kemenkes libatkan lintas sektor

Belajar dari pengalaman Amerika Serikat ketika menghadapi antraks sekitar 10 tahun yang lalu, Imran khawatir spora antraks akan dimanfaatkan sebagai senjata biologis (bio weapon) oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk menyebarkannya atau sekadar digunakan sebagai lelucon tanpa mengetahui penyebab fatalnya.

“Amerika Serikat pernah digegerkan dengan teror antraks, yang ditaruh di amplop. Jadi, amplop diisi bakteri dan ketika dibuka spora ke mana-mana, sehingga orang yang dikirimi teror tadi sakit dan bisa meninggal karena terhirup sporanya,” kata Imran.