Dolar hapus kerugian, data inflasi China lemah tekan Aussie dan yuan
10 Juli 2023 14:43 WIB
Arsip Foto - Uang kertas won Korea Selatan, yuan China, dan yen Jepang terlihat pada uang kertas 100 dolar AS di Seoul, Korea Selatan, Selasa (15/12/2015). ANTARA/REUTERS/Kim Hong-Ji/am.
Singapura (ANTARA) - Dolar menghapus kerugian di perdagangan Asia pada Senin sore, pulih dari reaksi spontan terhadap data yang menunjukkan kenaikan pekerjaan AS adalah yang terkecil dalam dua setengah tahun, sementara angka inflasi yang mengecewakan di China menekan yuan dan proksinya.
Data penggajian non-pertanian (NFP) AS meningkat 209.000 pada Juni, angka yang dirilis pada Jumat (7/7/2023) menunjukkan, meleset dari ekspektasi pasar untuk pertama kalinya dalam 15 bulan.
Namun, rincian dalam laporan ketenagakerjaan mencerminkan pertumbuhan upah yang kuat secara terus-menerus, menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja yang masih ketat.
Dolar AS bergerak lebih tinggi di perdagangan Asia setelah jatuh hampir 1,0 persen terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada Jumat (7/7/2023) sebagai tanggapan terhadap data, dan naik terutama terhadap yen Jepang.
Greenback terakhir 0,53 persen lebih tinggi pada 142,98 yen, setelah turun hampir 1,3 persen terhadap mata uang Jepang pada Jumat (7/7/2023) karena imbal hasil obligasi pemerintah AS berkurang.
Pasangan dolar/yen sangat sensitif terhadap imbal hasil AS karena suku bunga di Jepang berlabuh mendekati nol.
"Ini sedikit pelonggaran dari reaksi berlebihan yang kita lihat pada Jumat (7/7/2023). Ada reaksi berlebihan terhadap laporan penggajian non-pertanian, jadi tidak mengejutkan saya bahwa yen melemah hari ini," kata Joseph Capurso, kepala ekonomi internasional dan berkelanjutan di Commonwealth Bank of Australia.
Sterling terakhir 0,25 persen pada 1,2809 dolar, setelah melonjak ke puncak lebih dari satu tahun di 1,2850 dolar pada Jumat (7/7/2023), sementara euro turun 0,14 persen menjadi 1,0953 dolar.
"Saya tentu saja tidak percaya bahwa dolar AS bergerak ... apakah itu berkelanjutan," kata Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone, tentang penurunan dolar pekan lalu. "Jika Anda melihat data upah, (itu) cukup panas...dan angka pengangguran cukup bagus."
Fokus sekarang beralih ke data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu (12/7/2023), di mana ekspektasi IHK inti meningkat 5,0 persen secara tahunan pada Juni.
Di tempat lain di Asia, data yang keluar pada Senin menunjukkan bahwa harga gerbang pabrik China turun pada laju tercepat dalam tujuh setengah tahun pada Juni dan inflasi konsumen paling lambat sejak 2021, memicu harapan untuk langkah-langkah dukungan lebih lanjut dari otoritas China. .
Data yang lemah menyeret dolar Australia dan Selandia Baru, yang sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan China.
Aussie turun 0,4 persen menjadi 0,66655 dolar AS, sedangkan kiwi turun 0,45 persen menjadi 0,6181 dolar AS.
Yuan di luar negeri turun sekitar 0,1 persen menjadi 7,2411 per dolar, sedangkan yuan dalam negeri turun sekitar 0,2 persen menjadi 7,2340 per dolar.
"IHK yang lebih lemah masih mencerminkan permintaan domestik yang lemah sementara deflasi IHP (Indeks Harga Produsen) menggarisbawahi tekanan pada pabrik," kata ahli strategi mata uang OCBC, Christopher Wong.
"(Ini) pada dasarnya mengatakan bahwa China membutuhkan dukungan stimulus."
Baca juga: Pergerakan rupiah disebut masih dibayangi sentimen The Fed
Baca juga: Tokocrypto prediksi harga Bitcoin capai 34.000 dolar AS di bulan ini
Baca juga: Ekonom perkirakan cadangan devisa 155 miliar dolar AS di akhir 2023
Data penggajian non-pertanian (NFP) AS meningkat 209.000 pada Juni, angka yang dirilis pada Jumat (7/7/2023) menunjukkan, meleset dari ekspektasi pasar untuk pertama kalinya dalam 15 bulan.
Namun, rincian dalam laporan ketenagakerjaan mencerminkan pertumbuhan upah yang kuat secara terus-menerus, menunjukkan kondisi pasar tenaga kerja yang masih ketat.
Dolar AS bergerak lebih tinggi di perdagangan Asia setelah jatuh hampir 1,0 persen terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada Jumat (7/7/2023) sebagai tanggapan terhadap data, dan naik terutama terhadap yen Jepang.
Greenback terakhir 0,53 persen lebih tinggi pada 142,98 yen, setelah turun hampir 1,3 persen terhadap mata uang Jepang pada Jumat (7/7/2023) karena imbal hasil obligasi pemerintah AS berkurang.
Pasangan dolar/yen sangat sensitif terhadap imbal hasil AS karena suku bunga di Jepang berlabuh mendekati nol.
"Ini sedikit pelonggaran dari reaksi berlebihan yang kita lihat pada Jumat (7/7/2023). Ada reaksi berlebihan terhadap laporan penggajian non-pertanian, jadi tidak mengejutkan saya bahwa yen melemah hari ini," kata Joseph Capurso, kepala ekonomi internasional dan berkelanjutan di Commonwealth Bank of Australia.
Sterling terakhir 0,25 persen pada 1,2809 dolar, setelah melonjak ke puncak lebih dari satu tahun di 1,2850 dolar pada Jumat (7/7/2023), sementara euro turun 0,14 persen menjadi 1,0953 dolar.
"Saya tentu saja tidak percaya bahwa dolar AS bergerak ... apakah itu berkelanjutan," kata Chris Weston, kepala penelitian di Pepperstone, tentang penurunan dolar pekan lalu. "Jika Anda melihat data upah, (itu) cukup panas...dan angka pengangguran cukup bagus."
Fokus sekarang beralih ke data inflasi AS yang akan dirilis pada Rabu (12/7/2023), di mana ekspektasi IHK inti meningkat 5,0 persen secara tahunan pada Juni.
Di tempat lain di Asia, data yang keluar pada Senin menunjukkan bahwa harga gerbang pabrik China turun pada laju tercepat dalam tujuh setengah tahun pada Juni dan inflasi konsumen paling lambat sejak 2021, memicu harapan untuk langkah-langkah dukungan lebih lanjut dari otoritas China. .
Data yang lemah menyeret dolar Australia dan Selandia Baru, yang sering digunakan sebagai proksi likuid untuk yuan China.
Aussie turun 0,4 persen menjadi 0,66655 dolar AS, sedangkan kiwi turun 0,45 persen menjadi 0,6181 dolar AS.
Yuan di luar negeri turun sekitar 0,1 persen menjadi 7,2411 per dolar, sedangkan yuan dalam negeri turun sekitar 0,2 persen menjadi 7,2340 per dolar.
"IHK yang lebih lemah masih mencerminkan permintaan domestik yang lemah sementara deflasi IHP (Indeks Harga Produsen) menggarisbawahi tekanan pada pabrik," kata ahli strategi mata uang OCBC, Christopher Wong.
"(Ini) pada dasarnya mengatakan bahwa China membutuhkan dukungan stimulus."
Baca juga: Pergerakan rupiah disebut masih dibayangi sentimen The Fed
Baca juga: Tokocrypto prediksi harga Bitcoin capai 34.000 dolar AS di bulan ini
Baca juga: Ekonom perkirakan cadangan devisa 155 miliar dolar AS di akhir 2023
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2023
Tags: