Semarang (ANTARA News) - Tim peneliti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK Undip) mengolah limbah mangrove (bakau) menjadi pewarna alami batik yang ramah lingkungan.

"Kami teliti empat varietas mangrove untuk diambil pigmennya, ternyata menghasilkan warna yang cukup unik," kata anggota tim peneliti, Dr Delianis Pringgenis, di Semarang, Senin.

Hal itu diungkapkannya saat kunjungan ke kediaman Sururi, salah satu pelestari dan pembudi daya mangrove di kawasan Mangunharjo Semarang untuk mengenalkan hasil pengembangan riset tersebut.

Menurut Delianis, yang juga Kepala Pusat Penelitian, Konsultasi, dan Pengembangan Usaha Kecil Menengah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Undip, pewarna alami yang terbuat dari mangrove sangat cocok untuk pewarna batik.

Berbekal dana penelitian dari LPPM Undip, ia mengatakan, para peneliti FPIK Undip kemudian meneliti manfaat yang bisa diambil dari limbah mangrove yang selama ini tidak dimanfaatkan para petani.

Empat varietas mangrove yang diteliti untuk bahan pewarna alami itu, yakni Aegiceras corniclatum, Ceriops decandra, Rhizophora Apiculata, dan Avicenna alba yang diambil dari limbah tanaman.

"Kami tegaskan pewarna ini dibuat dari limbah mangrove yang sudah tidak terpakai, terutama daun dan batang. Biasanya petani mangrove melakukan perawatan dengan memangkas secara berkala," katanya.

Hasil pemangkasan beberapa bagian tanaman itu yang selama ini tidak banyak dimanfaatkan dan terbuang percuma, kata dia, padahal jika diolah ternyata memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi.

Warna yang dihasilkan dari pigmen olahan empat varietas mangrove itu kebanyakan cokelat, dengan variasi yang unik dan cenderung lembut (soft), dan daun maupun batang menghasilkan warna berbeda, ujarnya.

"Pewarna alami dari limbah mangrove ini cocok untuk mereka yang alergi dengan pakaian yang berpewarna sintetis. Kami sudah kenalkan ini ke salah satu perajin batik di Kabupaten Semarang," kata Delianis.

Sementara itu, Sururi mengatakan bahwa pemangkasan secara berkala beberapa bagian tanaman memang diperlukan untuk perawatan mangrove agar tanaman bakau itu bisa tumbuh optimal.

"Itu kan kemudian jadi limbah, ada pula limbah dari bagian-bagian tanaman yang mengering secara alami. Biasanya, limbah tanaman itu kami buang. Pernah setiap musim limbahnya sampai satu bak pikap," katanya.

Namun, kata Sururi, ternyata limbah tanaman mangrove itu bisa diolah menjadi bahan yang bermanfaat, seperti pewarna alami sehingga tanaman mangrove tetap lestari dan kian bernilai ekonomis tinggi. (*)